Minggu, 02 Desember 2012

Metode Riset: Hipotesis


Nama : Tertiera Nurariefani Azizah
Kelas : 3EA18
NPM : 19210435


ANALISIS LOYALITAS KONSUMEN

Jurnal:
1.      Budhi Haryanto dan Soemarjati T.J. (2009) : Pengaruh Relationship Marketing, Trust, Commitment, Citra, dan Fasilitas pada Customer Loyalty.
2.      Lin Mayasari (2008) : PERILAKU PENCARIAN VARIASI: DITINJAU DARI PERSPEKTIF PSIKOLOGI DAN IMBASNYA PADA LOYALITAS KESIKAPAN KONSUMEN
3.      Titik Desi Harsoyo, SE, MSi (2009) : PERANGKAP LOYALITAS PELANGGAN: SEBUAH PEMAHAMAN TERHADAP NONCOMPLAINERS PADA SETING JASA

HIPOTESIS
Dalam studi, relationship marketing digunakan untuk menjelaskan intensitas perusahaan dalam membangun hubungan panjang dengan pelanggannya, sehinga kaitannya dengan loyalitas pelanggan, relationship marketing diproposisikan berpengaruh positif pada variable tersebut. Dalam studi ini, fenomena yang dijelaskan adalah semakin tinggi relationship marketing semakin tinggi loyalitas pelanggan. Dengan demikian, hipotesis yang dirumuskan adalah:
H1: Semakin tinggi intensitas perusahaan melakukan strategi relationship marketing, semakin tinggi tingkat loyalitas pelanggan.
Customer Trust. Variabel ini didefinisi sebagai kepercayaan pelanggan terhadap janji perusahaan (Lihat Ndubisi 2007). Pengertian ini mengisyaratkan bahwa konsep janji (membuat, menjaga dan memenuhi janji) merupakan suatu aspek yang dianggap penting untuk membangun kepercayaan dengan mitra atau rekan kerja. Selanjutnya, trust merupakan dasar yang dipertimbangkan penting untuk membangun hubungan yang baik dengan konsumen dan menjadi elemen utama untuk mengembangkan suatu hubungan antara perusahaan dengan konsumen (Lihat Liang dan Wang 2007).
Kaitannya dengan relationship marketing, trust diproposisikan berkaitan positif dengan relationship marketing. Pendapat ini mengacu pada studi yang dilakukan oleh Too et al., (2000) dan Ndubisi (2007) yang mengindikasi bahwa semakin tinggi tingkat kepercayaan, semakin tinggi tingkat loyalitas pelanggan. Dengan demikian, hipotesis yang dirumuskan adalah:
H2: Semakin tinggi tingkat kepercayaan, semakin tinggi loyalitas pelanggan.
Customer commitment. Variabel ini didefinisikan sebagai keinginan yang kuat yang bersifat terus menerus untuk selalu menjaga hubungan baik dengan perusahaan (Lihat Fullerton 2003; Clark dan Maher 2007; Lacey 2007). Definisi ini menjelaskan bahwa komitmen yang tinggi mengekspresikan upaya konsumen untuk menjaga hubungan baik dengan perusahaan.
Studi literatur mengindikasi 2 tipe komitmen yaitu affective commitment dan continuance commitment (Fullerton 2003; Bansar et al. 2004; Dimtriades 2006). Affective commitment dibangun melalui perasaan kecintaan yang tinggi pada perusahaan yang dapat berupa komitmen individu yang kuat, atau kerelaannya sebagai anggota organisasi dan mempunyai keterlibatan yang tinggi pada organisasi. Sedangkan continuance commitment diartikan sebagai bentuk komitmen yang didasarkan pada pendekatan biaya yang digunakan sebagai alasan utama untuk tetap bersama dengan perusahaan.
Customer commitment menjadi variabel kunci dalam menciptakan dan memelihara relationship marketing. (Morgan dan Hunt 1994 dalam Fullerton 2005). Fenomena yang dijelaskan adalah semakin tinggi customer commitment semakin tinggi loyalitas pelanggan (Shemweel et al 1993; Too et al 2000; Ndubisi 2006). Dengan demikian, hipotesis yang diirumuskan untuk menjelaskan fenomena ini adalah:
H3: Semakin tinggi tingkat komitmen semakin tinggi loyalitas konsumen.
Citra. Variabel ini didefinisi sebagai kesan tertentu yang dipersepsikan pelanggan terkait dengan nama, reputasi, symbol yang digunakan oleh perusahaan dalam memasarkan produk-produknya. Hal ini mengacu pada pengertian citra yang menjelaskan tingkatan persepsian individu terhadap suatu produk, merek, atau perusahaan tertentu (Zeithaml dan Bitner 1996). Dengan demikian, citra mendeskripsikan suatu gambaran atau image yang baik yang mensinyalkan reputasi, pelayanan, harga, dan keseluruhan nilai yang ditawarkan oleh perusahaan.
Ada beberapa faktor yang mempengaruhi citra (image) perusahaan yaitu pelayanan, fasilitas fisik, kualitas produk atau jasa (Palupi 2006). Selanjutnya dijelaskan bahwa citra dapat terbentuk melalui dua faktor, yaitu faktor komunikasi dan faktor pengalaman konsumen selama meengkonsumsi barang atau jasa. Komunikasi antara suatu organisasi dengan publik dapat mempengaruhi persepsi konsumen terhadap organisasi tersebut. Komunikasi dapat berupa promosi yang dilakukan oleh perusahaan tersebut, misalnya brosur, poster atau media informasi atau melaui komunikasi antara konsumen satu dengan konsumen lainnya yang biasa disebut ‖word-of-mouth-communication”. Pengaruh komunikasi jenis ini besar efeknya terutama terhadap persepsi konsumen yang belum memiliki pengalaman berhubungan dengan perusahaan tersebut. Faktor kedua yang mempengaruhi citra adalah pengalamn konsumen baik secara langsung maupun tidak langsung dalam berhubungan dengan penyedia produk maupun jasa. Jika konsumen memperoleh pengalaman yang bagus, maka niat berperilaku mereka adalah positif seperti keinginan untuk melakukan pembelian ulang pada satu toko dibanding toko lainnya, meningkatkan pembelian, dan merekomendasikannya kepada orang lain.
Dalam studi ini, citra merupakan variabel amatan yang dipertimbangakan penting oleh pelanggan untuk membentuk pola hubungan utama dan hubungan interaksi dalam kaitannya dengan proses pembentukan loyalitas pelanggan hotel. Hal ini berarti bahwa kemungkinan pelanggan untuk loyal terhadap jasa hotel yang ditawarkan terkait dengan kesesuian yang tinggi antara citra hotel yang dipersepsikan dan citra yang diinginkan.
Dalam konteks hubungan utama, kesesuaian citra diperkirakan mempengaruhi loyalitas pelanggan hotel. Hal ini dapat terjadi, karena perusahaan yang mempunyai citra yang baik berdampak pada keinginan konsumen untuk melakukan pembelian ulang. Dengan demikian, hipotesis yang dirumuskan adalah:
H4: Semakin tinggi kesesuaian citra, semakin tinggi loyalitas pelanggan.
Fasilitas adalah sarana – sarana kelengkapan yang disediakan serta kemudahan yang diberikan oleh pihak hotel kepada konsumen pemakai jasanya. Fasilitas hotel dibuat untuk memberikan kepuasan bagi konsumen, sehingga dengan adanya fasilitas yang baik menunjukkan adanya kualitas pelayanan yang baik pula.
Fasilitas merupakan variabel amatan terakhir yang digunakan untuk menjelaskan pembentukan loyalitas pelanggan. Variabel ini didefinisi sebagai tingkatan kelengkapan fasilitas hotel yang ditawarkan untuk memuaskan pelanggan. Dalam studi ini, fasilitas diperkirakan membentuk hubungan utama dan hubungan interaksi dalam proses pembentukan loyalitas pelanggan.
Dalam konteks hubungan utama, fasilitas yang lengkap diperkirakan mempengaruhi loyalitas pelanggan hotel. Hal ini dapat terjadi, karena perusahaan yang mempunyai kelengkapan fasilitas berdampak pada keinginan konsumen untuk melakukan pembelian ulang. Dengan demikian, hipotesis yang dirumuskan adalah:
H5: Semakin tinggi kelengkapan fasilitas semakin tinggi loyalitas pelanggan.
Hasil penelusuran studi literatur tingkat stimulasi optimum dapat disimpulkan bahwa, individu yang berada dalam tingkat stimulasi optimum menyebabkan individu melakukan pencarian variasi. Tingkat stimulasi optimum ini merupakan aspek internal konsumen yang lebih bersifat psikologis (Van Trijp, Hoyer, Inman, 1996). Teori motivasi arousal menyatakan bahwa, keinginan individu untuk mencari sesuatu yang berbeda merupakan hal yang alamiah dan manusiawi. Tingkat stimulasi ini bervariasi antar individu. Ketika tingkat stimulasi lingkungan dipersepsi rendah, perilaku pencarian variasi menjadi salah satu cara untuk meningkatkan stimulasi dan memulihkannya pada kondisi yang disukai. Pada kondisi tersebut, individu mempersepsikan stimuli lingkungan sebagai stimulasi yang cenderung monoton dan tidak memiliki daya tarik lagi. Kondisi ini menimbulkan suatu afeksi negatif dalam diri individu (Hill & Perkins, 1985; Perkins & Hill, 1985). Individu akan memberikan penilaian rendah pada kondisi yang memiliki tingkat stimuli yang monoton dan yang tidak menawarkan sesuatu yang baru. Oleh karena itu, individu dengan tingkat stimulasi optimum secara terus-menerus cenderung melakukan pencarian variasi. Berkaitan dengan kepemilikan produk, jika konsumen menggunakan suatu produk dengan atribut tertentu secara terus-menerus, maka pada waktu tertentu, konsumen akan mengalami kebosanan. Konsekuensinya, konsumen akan mencari produk dengan atribut lain yang lebih menarik.
H6: Tingkat stimulasi optimum berpengaruh positif pada perilaku pencarian variasi.
Hubungan antara perilaku dan sikap dibahas dalam teori sikap. Sheth (1974) berpendapat bahwa, sikap merupakan predisposisi evaluatif. Oleh karena itu, sikap memiliki konsekuensi terhadap cara orang bertindak terhadap yang lain dan tindakan yang dilakukan. Sikap selalu menjadi pendahulu perilaku. Meskipun asumsi ini sudah diterima luas, hubungan antar keduanya tidak selalu demikian.
Berdasarkan kajian literatur mengenai hubungan antara perilaku pencarian variasi dan loyalitas kesikapan dapat disimpulkan bahwa, perilaku pencarian variasi mempengaruhi loyalitas kesikapan secara negatif. Perilaku pencarian variasi dianggap sebagai manifestasi bentuk kepribadian. Menurut teori loyalitas, individu yang melakukan pencarian variasi dianggap tidak mampu mengembangkan loyalitas kesikapan pada satu-satunya merek. Perilaku pencarian variasi bisa terjadi ketika sejumlah produk baru dan menarik ditawarkan. Individu yang cenderung terbuka terhadap sesuatu yang baru dan selalu mencobanya memiliki loyalitas dengan tingkat yang bervariasi (Baldinger & Rubinson; 1997; Burgess & Harris, 1998). Konsumen cenderung memiliki preferensi terhadap beberapa merek. Perilaku pencarian variasi memiliki aspek keterlibatan merek rendah sehingga konsumen yang melakukan pencarian variasi tidak memandang bahwa, produk yang dibeli memiliki risiko keuangan tinggi. Ketika tidak mempersepsikan suatu risiko dalam pemilihan suatu merek produk, konsumen mudah melakukan pemilihan merek lain. Ketika melakukan pemilihan merek untuk variasi, konsumen akan memilih merek lain selain merek yang pernah dipilih sebelumnya.
H7: Perilaku pencarian variasi berpengaruh negatif pada loyalitas kesikapan.
H8: Noncomplainers berpindah ke penyedia jasa yang lain.
H9: Noncomplainers tetap setia kepada penyedia jasa.

Tidak ada komentar :

Posting Komentar