Minggu, 27 Januari 2013

Tugas Metode Riset: Jurnal Ilmiah 2


PENGARUH PENGANGURAN, INFLASI TERHADAP KEMISKINAN
DAN PENANGGULANGANNYA
Abstrak
Studi ini bertujuan untuk memahami pengaruh pengangguran, inflasi, terhadap kemiskinan yang terjadi di Indonesia. Studi ini merujuk kepada penelitian yang ada di daerah Kabupaten Buton Utara. Penelitian ini disertai strategi penanggulangan kemiskinan dan pengangguran.
PENDAHULUAN
Latar Belakang
 Kemiskinan merupakan problematika kemanusiaan yang telah mendunia dan hingga kini masih menjadi isu sentral di belahan bumi manapun. Selain bersifat laten dan aktual, kemiskinan adalah penyakit sosial ekonomi yang paling banyak dialami oleh negara-negara berkembang. Kemiskinan di negara yang sedang berkembang merupakan masalah yang cukup kompleks, meskipun kebanyakan negara-negara berkembang sudah berhasil melaksanakan pembangunan ekonomi. Pada umumnya fokus perhatiannya adalah dengan menggunakan strategi yang mengarah kepada pencapaian tingkat pertumbuhan produksi dan pendapatan nasional yang setinggi-tingginya.
Berbagai upaya untuk mempercepat penurunan jumlah penduduk miskin, pemerintah telah menetapkan dan menerapkan berbagai kebijakan pembangunan. Tujuannya adalah peningkatan dan pemerataan pendapatan dan kesejahteraan yang secara langsung menyentuh masyarakat miskin. Kebijakan pembangunan dalam rangka penanggulangan kemiskinan berasumsi bahwa apabila semua anggota masyarakat tersebut memperoleh pendapatan melebihi kebutuhan konsumsi dasarnya, maka dapat memperluas dan memperbesar partisipasi mereka dalam pembangunan dan menjadi kekuatan baru dari diri masyarakat yang bersifat dinamis dan berkesinambungan.
Masalah pokok yang dihadapi bangsa Indonesia selain masalah kemiskinan adalah masalah pengangguran. Pengangguran dan kemiskinan merupakan dua hal yang saling berkaitan. Pengangguran yang tinggi berdampak langsung maupun tidak langsung terhadap kemiskinan. Dengan jumlah angkatan kerja yang cukup besar, arus migrasi yang terus mengalir, serta dampak krisis ekonomi yang berkepanjangan sampai saat ini, membuat permasalahan tenaga kerja menjadi sangat besar dan kompleks.
Memang masalah pengangguran telah menjadi momok yang begitu menakutkan khususnya di negara-negara berkembang seperti di Indonesia. Negara berkembang seringkali dihadapkan dengan besarnya angka pengangguran karena sempitnya lapangan pekerjaan dan besarnya jumlah penduduk. Sempitnya lapangan pekerjaan dikarenakan karena faktor kelangkaan modal untuk berinvestasi.
Pengangguran terjadi disebabkan antara lain, yaitu karena jumlah lapangan kerja yang tersedia lebih kecil dari jumlah pencari kerja. Juga kompetensi pencari kerja tidak sesuai dengan pasar kerja. Selain itu juga kurang efektifnya informasi pasar kerja bagi para pencari kerja. Fenomena pengangguran juga berkaitan erat dengan terjadinya pemutusan hubungan kerja yang disebabkan antara lain; perusahaan yang menutup atau mengurangi bidang usahanya akibat krisis ekonomi atau keamanan yang kurang kondusif; peraturan yang menghambat inventasi; hambatan dalam proses ekspor impor, dan lain-lain.
KAJIAN PUSTAKA
Inflasi
Definisi Inflasi :
Secara umum inflasi dapat diartikan sebagai kenaikan tingkat harga barang dan jasa secara umum dan terus menerus selama waktu tertentu .
Komponen Inflasi
Ada tiga komponen yang harus dipenuhi agar dapat dikatakan telah terjadi inflasi, Prathama dan Mandala (2001:203)
1. Kenaikan harga
Harga suatu komoditas dikatakan naik jika menjadi lebih tinggi darpada harga periode sebelumnya.
2. Bersifat umum
Kenaikan harga suatu komoditas belum dapat dikatakan inflasi jika kenaikan tersebut tidak menyebabkan harga secara umum naik.
3. Berlangsung terus menerus
Kenaikan harga yang bersifat umum juga belum akan memunculkan inflasi, jika terjadi sesaat, karena itu perhitungan inflasi dilakukan dalam rentang waktu minimal bulanan
Tingkat Inflasi
Kondisi inflasi menurut Samuelson (1998:581), berdasarkan sifatnya inflasi dibagi menjadi tiga bagian yaitu
1) Merayap {Creeping Inflation) Laju inflasi yang rendah (kurang dari 10% pertahun), kenaikan harga berjalan lambat dengan persentase yang kecil serta dalam jangka waktu yang relatif lama.
2) Inflasi menengah {Galloping Inflation) Ditandai dengan kenaikan harga yang cukup besar dan kadang-kadang berjalan dalam waktu yang relatif pendek serta mempunyai sifat akselerasi yang arrinya harga-harga minggu/bulan ini lebih tinggi dari minggu/bulan lalu dan seterusnya.
3) Inflasi Tinggi {Hyper Inflation) Inflasi yang paling parah dengan dtandai dengan kenaikan harga sampai 5 atau 6 kali dan nilai uang merosot dengan tajam. Biasanya keadaan ini timbul apabila pemerintah mengalami defisit anggaran belanja. Metode Pengukuran Inflasi
Suatu kenaiikan harga dalam inflasi dapat diukur dengan menggunakan indeks harga. Ada beberapa indeks harga yang dapat digunakan untuk mengukur laju inflasi (Nopirin,1987:25) antara lain:
a) ConsumerPriceIndex (CPI) Indeks yang digunakan untuk mengukur biaya atau pengeluaran rumah tangga dalam membeli sejumlah barang bagi keperluan kebuthan hidup: CPI= (Cost of marketbasket ingiven year : Cost of marketbasket in base year) x 100%
b) Produsen PriceIndex dikenal dengan Whosale Price IndexIndex yang lebih menitikberatkan pada perdagangan besar seperti harga bahan mentah (raw material), bahan baku atau barang setengah jadi. Indeks PPI ini sejalan dengan indeks CPI.
c) GNP Deflator GNP deflator ini merupakan jenis indeks yang berbeda dengan indeks CPI dan PPI, dimana indeks ini mencangkup jumlah barang dan jasa yang termasuk dalam hitungan GNP, sehingga jumlahnya lebih banyak dibanding dengan kedua indeks diatas: GNP Deflator = (GNP Nominal : GNP Riil) x 100%
Faktor - faktor yang mempengaruhi Inflasi Menurut Samuelson dan Nordhaus (1998:587), ada beberapa faktor yang menyebabkan timbulnya inflasi:
a. DemandPull Inflation Timbul apabila permintaan agregat meningkat lebih cepat dibandingkan dengan potensi produktif perekonomian, menarik harga ke atas untuk menyeimbangkan penawaran dan pennintaan agregat.
b. Cost Push Inflation or Supply Shock Inflation Inflasi yang diakibatkan oleh peningkatan biaya selama periode pengangguran tinggi dan penggunaan sumber daya yang kurang efektif.
Sedangkan faktor- faktor yang menyebabkan timbulnya inflasi tidak hanya dipengaruhi oleh Demand Pull Inflation dan Cost Push Inflation tetapi juga dipengaruhi oleh :
a) Domestic Inflation Tingkat inflasi yang terjadi karena disebabkan oleh kenaikan harga barang secara umum di dalam negeri.
b) ImportedInflation Tingkat inflasi yang terjadi karena disebabkan oleh kenaikan harga-harga barang import secara umum
Penyebab inflasi
Inflasi dapat disebabkan oleh dua hal, yaitu tarikan permintaan (kelebihan likuiditas/uang/alat tukar) dan yang kedua adalah desakan(tekanan) produksi dan/atau distribusi (kurangnya produksi (product or service) dan/atau juga termasuk kurangnya distribusi). Untuk sebab pertama lebih dipengaruhi dari peran negara dalam kebijakan moneter (Bank Sentral), sedangkan untuk sebab kedua lebih dipengaruhi dari peran negara dalam kebijakan eksekutor yang dalam hal ini dipegang oleh Pemerintah (Government) seperti fiscal (perpajakan/pungutan/insentif/disinsentif), kebijakan pembangunan infrastruktur, regulasi, dll. Inflasi tarikan permintaan (Ingg: demand pull inflation) terjadi akibat adanya permintaan total yang berlebihan dimana biasanya dipicu oleh membanjirnya likuiditas di pasar sehingga terjadi permintaan yang tinggi dan memicu perubahan pada tingkat harga. Bertambahnya volume alat tukar atau likuiditas yang terkait dengan permintaan terhadap barang dan jasa mengakibatkan bertambahnya permintaan terhadap faktor-faktor produksi tersebut. Meningkatnya permintaan terhadap faktor produksi itu kemudian menyebabkan harga faktor produksi meningkat. Jadi, inflasi ini terjadi karena suatu kenaikan dalam permintaan total sewaktu perekonomian yang bersangkutan dalam situasi full employment dimanana biasanya lebih disebabkan oleh rangsangan volume likuiditas dipasar yang berlebihan. Membanjirnya likuiditas di pasar juga disebabkan oleh banyak faktor selain yang utama tentunya kemampuan bank sentral dalam mengatur peredaran jumlah uang, kebijakan suku bunga bank sentral, sampai dengan aksi spekulasi yang terjadi di sektor industri keuangan. Inflasi desakan biaya (Ingg: cost push inflation) terjadi akibat adanya kelangkaan produksi dan/atau juga termasuk adanya kelangkaan distribusi, walau permintaan secara umum tidak ada perubahan yang meningkat secara signifikan. Adanya ketidak-lancaran aliran distribusi ini atau berkurangnya produksi yang tersedia dari rata-rata permintaan normal dapat memicu kenaikan harga sesuai dengan berlakunya hukum permintaan-penawaran, atau juga karena terbentuknya posisi nilai keekonomian yang baru terhadap produk tersebut akibat pola atau skala distribusi yang baru. Berkurangnya produksi sendiri bisa terjadi akibat berbagai hal seperti adanya masalah teknis di sumber produksi (pabrik, perkebunan, dll), bencana alam, cuaca, atau kelangkaan bahan baku untuk menghasilkan produksi tersebut, aksi spekulasi (penimbunan), dll. Sehingga memicu kelangkaan produksi yang terkait tersebut di pasaran. Begitu juga hal yang sama dapat terjadi pada distribusi, dimana dalam hal ini faktor infrastruktur memainkan peranan yang sangat penting. Meningkatnya biaya produksi dapat disebabkan 2 hal, yaitu kenaikan harga,misalnya bahan baku dan kenaikan upah/gaji,misalnya kenaikan gaji PNS akan mengakibatkan usaha usaha swasta menaikkan harga barang-barang.
Penggolongan inflasi
Berdasarkan asalnya, inflasi dapat digolongkan menjadi dua, yaitu inflasi yang berasal dari dalam negeri dan inflasi yang berasal dari luar negeri. Inflasi berasal dari dalam negeri misalnya terjadi akibat terjadinya defisit anggaran belanja yang dibiayai dengan cara mencetak uang baru dan gagalnya pasar yang berakibat harga bahan makanan menjadi mahal. Sementara itu, inflasi dari luar negeri adalah inflasi yang terjadi sebagai akibat naiknya harga barang impor. Hal ini bisa terjadi akibat biaya produksi barang di luar negeri tinggi atau adanya kenaikan tarif impor barang. Inflasi juga dapat dibagi berdasarkan besarnya cakupan pengaruh terhadap harga. Jika kenaikan harga yang terjadi hanya berkaitan dengan satu atau dua barang tertentu, inflasi itu disebut inflasi tertutup (Closed Inflation). Namun, apabila kenaikan harga terjadi pada semua barang secara umum, maka inflasi itu disebut sebagai inflasi terbuka (Open Inflation). Sedangkan apabila serangan inflasi demikian hebatnya sehingga setiap saat harga-harga terus berubah dan meningkat sehingga orang tidak dapat menahan uang lebih lama disebabkan nilai uang terus merosot disebut inflasi yang tidak terkendali (Hiperinflasi). Berdasarkan keparahannya inflasi juga dapat dibedakan :
1. Inflasi ringan (kurang dari 10% / tahun)
2. Inflasi sedang (antara 10% sampai 30% / tahun)
3. Inflasi berat (antara 30% sampai 100% / tahun)
4. Hiperinflasi (lebih dari 100% / tahun)
Mengukur inflasi
Inflasi diukur dengan menghitung perubahan tingkat persentase perubahan sebuah indeks harga. Indeks harga tersebut di antaranya:
• Indeks harga konsumen (IHK) atau consumer price index (CPI), adalah indeks yang mengukur harga rata-rata dari barang tertentu yang dibeli oleh konsumen.
• Indeks biaya hidup atau cost-of-living index (COLI).
• Indeks harga produsen adalah indeks yang mengukur harga rata-rata dari barang-barang yang dibutuhkan produsen untuk melakukan proses produksi. IHP sering digunakan untuk meramalkan tingkat IHK di masa depan karena perubahan harga bahan baku meningkatkan biaya produksi, yang kemudian akan meningkatkan harga barang-barang konsumsi.
• Indeks harga komoditas adalah indeks yang mengukur harga dari komoditas-komoditas tertentu.
• Indeks harga barang-barang modal
• Deflator PDB menunjukkan besarnya perubahan harga dari semua barang baru, barang produksi lokal, barang jadi, dan jasa.
Dampak 
Pekerja dengan gaji tetap sangat dirugikan dengan adanya Inflasi. Inflasi memiliki dampak positif dan dampak negatif- tergantung parah atau tidaknya inflasi. Apabila inflasi itu ringan, justru mempunyai pengaruh yang positif dalam arti dapat mendorong perekonomian lebih baik, yaitu meningkatkan pendapatan nasional dan membuat orang bergairah untuk bekerja, menabung dan mengadakan investasi. Sebaliknya, dalam masa inflasi yang parah, yaitu pada saat terjadi inflasi tak terkendali (hiperinflasi), keadaan perekonomian menjadi kacau dan perekonomian dirasakan lesu. Orang menjadi tidak bersemangat kerja, menabung, atau mengadakan investasi dan produksi karena harga meningkat dengan cepat. Para penerima pendapatan tetap seperti pegawai negeri atau karyawan swasta serta kaum buruh juga akan kewalahan menanggung dan mengimbangi harga sehingga hidup mereka menjadi semakin merosot dan terpuruk dari waktu ke waktu.
·         Bagi masyarakat yang memiliki pendapatan tetap, inflasi sangat merugikan. Kita ambil contoh seorang pensiunan pegawai negeri tahun 1990. Pada tahun 1990, uang pensiunnya cukup untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, namun di tahun 2003 -atau tiga belas tahun kemudian, daya beli uangnya mungkin hanya tinggal setengah. Artinya, uang pensiunnya tidak lagi cukup untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Sebaliknya, orang yang mengandalkan pendapatan berdasarkan keuntungan, seperti misalnya pengusaha, tidak dirugikan dengan adanya inflasi. Begitu juga halnya dengan pegawai yang bekerja di perusahaan dengan gaji mengikuti tingkat inflasi.
·         Inflasi juga menyebabkan orang enggan untuk menabung karena nilai mata uang semakin menurun. Memang, tabungan menghasilkan bunga, namun jika tingkat inflasi di atas bunga, nilai uang tetap saja menurun. Bila orang enggan menabung, dunia usaha dan investasi akan sulit berkembang. Karena, untuk berkembang dunia usaha membutuhkan dana dari bank yang diperoleh dari tabungan masyarakat.
·         Bagi orang yang meminjam uang dari bank (debitur), inflasi menguntungkan, karena pada saat pembayaran utang kepada kreditur, nilai uang lebih rendah dibandingkan pada saat meminjam. Sebaliknya, kreditur atau pihak yang meminjamkan uang akan mengalami kerugian karena nilai uang pengembalian lebih rendah jika dibandingkan pada saat peminjaman.
·         Bagi produsen, inflasi dapat menguntungkan bila pendapatan yang diperoleh lebih tinggi daripada kenaikan biaya produksi. Bila hal ini terjadi, produsen akan terdorong untuk melipatgandakan produksinya (biasanya terjadi pada pengusaha besar). Namun, bila inflasi menyebabkan naiknya biaya produksi hingga pada akhirnya merugikan produsen, maka produsen enggan untuk meneruskan produksinya. Produsen bisa menghentikan produksinya untuk sementara waktu. Bahkan, bila tidak sanggup mengikuti laju inflasi, usaha produsen tersebut mungkin akan bangkrut (biasanya terjadi pada pengusaha kecil).
·         Secara umum, inflasi dapat mengakibatkan berkurangnya investasi di suatu negara, mendorong kenaikan suku bunga, mendorong penanaman modal yang bersifat spekulatif, kegagalan pelaksanaan pembangunan, ketidakstabilan ekonomi, defisit neraca pembayaran, dan merosotnya tingkat kehidupan dan kesejahteraan masyarakat.
Pengangguran
A. Pengertian Pengangguran
Pengangguran adalah orang yang masuk dalam angkatan kerja (15 sampai 64 tahun) yang sedang mencari pekerjaan dan belum mendapatkannya. Orang yang tidak sedang mencari kerja contohnya seperti ibu rumah tangga, siswa sekolan smp, sma, mahasiswa perguruan tinggi, dan lain sebagainya yang karena sesuatu hal tidak/belum membutuhkan pekerjaan.
B. Rumus Menghitung Tingkat Pengangguran
Untuk mengukur tingkat pengangguran pada suatu wilayah bisa didapat dar prosentase membagi jumlah pengangguran dengan jumlah angkaran kerja. Tingkat Pengangguran = Jml Yang Nganggur / Jml Angkatan Kerja x 100%
C. Jenis & Macam Pengangguran
1. Pengangguran Friksional / Frictional Unemployment Pengangguran friksional adalah pengangguran yang sifatnya sementara yang disebabkan adanya kendala waktu, informasi dan kondisi geografis antara pelamar kerja dengan pembuka lamaran pekerjaan.
2. Pengangguran Struktural / Structural Unemployment Pengangguran struktural adalah keadaan di mana penganggur yang mencari lapangan pekerjaan tidak mampu memenuhi persyaratan yang ditentukan pembuka lapangan kerja. Semakin maju suatu perekonomian suatu daerah akan meningkatkan kebutuhan akan sumber daya manusia yang memiliki kualitas yang lebih baik dari sebelumnya.
3. Pengangguran Musiman / Seasonal Unemployment Pengangguran musiman adalah keadaan menganggur karena adanya fluktuasi kegiaan ekonomi jangka pendek yang menyebabkan seseorang harus nganggur. Contohnya seperti petani yang menanti musim tanam, tukan jualan duren yang menanti musim durian.
4. Pengangguran Siklikal  Pengangguran siklikal adalah pengangguran yang menganggur akibat imbas naik turun siklus ekonomi sehingga permintaan tenaga kerja lebih rendah daripada penawaran kerja.
Pengangguran juga dapat dibedakan atas pengangguran sukarela (voluntary unemployment) dan dukalara (involuntary unemployment). Pengangguran suka rela adalah pengangguran yang menganggur untuk sementara waktu karna ingin mencari pekerjaan lain yang lebih baik. Sedangkan pengangguran duka lara adalah pengengguran yang menganggur karena sudah berusaha mencari pekerjaan namun belum berhasil mendapatkan kerja.
Pertumbuhan Ekonomi
Pembangunan ekonomi adalah suatu proses kenaikan pendapatan total dan pendapatan perkapita dengan memperhitungkan adanya pertambahan penduduk dan disertai dengan perubahan fundamental dalam struktur ekonomi suatu negara dan pemerataan pendapatan bagi penduduk suatu negara. Pembangunan ekonomi tak dapat lepas dari pertumbuhan ekonomi (economic growth); pembangunan ekonomi mendorong pertumbuhan ekonomi, dan sebaliknya, pertumbuhan ekonomi memperlancar proses pembangunan ekonomi.Yang dimaksud dengan pertumbuhan ekonomi adalah proses kenaikan kapasitas produksi suatu perekonomian yang diwujudkan dalam bentuk kenaikan pendapatan nasional. Suatu negara dikatakan mengalami pertumbuhan ekonomi apabila terjadi peningkatan GNP riil di negara tersebut. Adanya pertumbuhan ekonomi merupakan indikasi keberhasilan pembangunan ekonomi. Perbedaan antara keduanya adalah pertumbuhan ekonomi keberhasilannya lebih bersifat kuantitatif, yaitu adanya kenaikan dalam standar pendapatan dan tingkat output produksi yang dihasilkan, sedangkan pembangunan ekonomi lebih bersifat kualitatif, bukan hanya pertambahan produksi, tetapi juga terdapat perubahan-perubahan dalam struktur produksi dan alokasi input pada berbagai sektor perekonomian seperti dalam lembaga, pengetahuan, sosial dan teknik.
Faktor
Sumber daya alam yang dimiliki mempengaruhi pembangunan ekonomi. Ada beberapa faktor yang mempengaruhi pertumbuhan dan pembangunan ekonomi, namun pada hakikatnya faktor-faktor tersebut dapat dikelompokan menjadi dua, yaitu faktor ekonomi dan faktor nonekonomi. Faktor ekonomi yang mempengaruhi pertumbuhan dan pembangunan ekonomi diantaranya adalah sumber daya alam, sumber daya manusia, sumber daya modal, dan keahlian atau kewirausahaan. Sumber daya alam, yang meliputi tanah dan kekayaan alam seperti kesuburan tanah, keadaan iklim/cuaca, hasil hutan, tambang, dan hasil laut, sangat mempengaruhi pertumbuhan industri suatu negara, terutama dalam hal penyediaan bahan baku produksi. Sementara itu, keahlian dan kewirausahaan dibutuhkan untuk mengolah bahan mentah dari alam, menjadi sesuatu yang memiliki nilai lebih tinggi (disebut juga sebagai proses produksi). Sumber daya manusia juga menentukan keberhasilan pembangunan nasional melalui jumlah dan kualitas penduduk. Jumlah penduduk yang besar merupakan pasar potensial untuk memasarkan hasil-hasil produksi, sementara kualitas penduduk menentukan seberapa besar produktivitas yang ada. Sementara itu, sumber daya modal dibutuhkan manusia untuk mengolah bahan mentah tersebut. Pembentukan modal dan investasi ditujukan untuk menggali dan mengolah kekayaan. Sumber daya modal berupa barang-barang modal sangat penting bagi perkembangan dan kelancaran pembangunan ekonomi karena barang-barang modal juga dapat meningkatkan produktivitas. Faktor nonekonomi mencakup kondisi sosial kultur yang ada di masyarakat, keadaan politik, kelembagaan, dan sistem yang berkembang dan berlaku.
Hubungan inflasi, pengangguran dan pertumbuhan ekonomi
Ada suatu hubungan terbalik antara tingkat inflasi dan tingkat pengangguran dalam suatu perekonomian. Semakin banyak pengusaha memperluas kesempatan kerja semakin dia harus membayar dengan faktor tertentu produksi dan pembayaran lebih banyak faktor produksi peningkatan biaya produksi unit akan diamati dan dalam rangka mempertahankan profitabilitas produk pengusaha akan mengembang harga produk tersebut. Sebuah proses serupa akan diamati di seluruh perekonomian ketika pemerintah bermaksud untuk menciptakan pekerjaan. Harga produk atau jasa, di mana tenaga kerja terinstal, akan meningkat sehingga kenaikan tingkat inflasi akan terlihat melalui ekonomi luar.



METODOLOGI PENELITIAN
Strategi penanggulangan Kemiskinan
Permasalahan kemiskinan yang cukup kompleks membutuhkan intervensi semua pihak secara bersama dan terkoordinasi. Namun penangannya selama ini cenderung parsial dan tidak berkelanjutan. Peran dunia usaha dan masyarakat pada umumnya juga belum optimal. Kerelawanan sosial dalam kehidupan masyarakat yang dapat menjadi sumber penting pemberdayaan dan pemecahan akar permasalahan kemiskinan juga mulai luntur. Untuk itu diperlukan perubahan yang bersifat sistemik dan menyeluruh dalam upaya penanggulangan kemiskinan.
Kebijaksanaan agenda aksi penanggulangan kemiskinan dilaksanakan dalam tahap penyelamatan dan pemulihan yang pada hakikatnya merupakan upaya untuk memicu dan memacu gerakan kolektif penanggulangan kemiskinan sebagai strategi dalam pemerataan dan penajaman program mendorong peranserta aktif dalam berbagai program penanggulangan kemiskinan. Memberikan bantuan langsung yang dapat dipergunakan sebagai modal usaha dan investasi sosial ekonomi disertai pendampingan untuk kegiatan sosial ekonomi produktif secara lestari.
Data responden menggambarkan sebagian besar (46,78) rumah tangga miskin mengharapkan adanya bantuan dana yang berbunga lunak, baik yang bersumber dari pemerintah maupun dari lembaga perbankan atau lembaga non bank lainnya. Selain itu, 18,85 persen rumah tangga miskin juga mendambakan adanya pembukaan lapangan kerja bagi mereka yang tidak memiliki pekerjaan tetap, sehingga secara tidak langsung akan berpengaruh terhadap tingkat produktivitasnya. Hal ini menunjukkan bahwa ada keterkaitan yang signifikan antara masalah lapangan kerja dengan masalah kemiskinan, karena ternyata terdapat rumah tangga miskin yang mengharapkan adanya lapangan kerja baru.
Sementara responden yang lebih memprioritaskan pembangunan prasarana ekonomi sebanyak 14,80 persen. Selebihnya mengutamakan pelayanan pendidikan dan kesehatan gratis, serta program pendidikan dan pelatihan masing-masing 10,26 persen dan 9,31 persen. Data ini mengindikasikan harapan warga miskin lebih diutamakan pada program jangka pendek dan instan. Hanya sebagian kecil yang mengutamakan pada masalah peningkatan sumber daya manusia, padahal jika dilihat faktor penyebab kemiskinanya keterbatasan pengetahuan menduduki posisi kedua setelah masalah keterbatasan modal.
Untuk itulah ditawarkan strategi penanggulangan kemiskinan dengan paradigma baru yaitu paradigma kesejahteraan. Paradigma ini tidak hanya memprioritaskan pada aspek ekonomi semata, namun yang lebih penting adalah menumbuhkan dan mengembangkan wawasan, pengetahuan, ketrampilan, sikap serta perilaku keluarga sasaran agar dapat mengakses sumber daya, modal, pasar, tekonologi serta informasi yang pada gilirannya dapat mewujudkan kesejahteraan secara mandiri. Strategi penanggulangan kemiskinan dengan paradigma baru, dengan menggunakan pendekatan kesejahteraan, akan langsung menyentuh basis ekonomi rumah tangga miskin, disamping juga memperhatikan aspek sosial dan budaya rumah tangga miskin. Ada delapan kunci penanggulangan kemiskinan dalam menerapkan pendekatan kesejahteraan.
Secara umum agenda aksi penanggulangan kemiskinan bertujuan untuk meningkatkan upaya penanggulangan kemiskinan dan mempercepat upaya penanggulangannya, terutama untuk penduduk miskin yang berada di desa yang paling parah kemiskinannya. Sementara tujuan khusus agenda aksi penanggulangan kemiskinan adalah untuk menciptakan kesempatan kerja produktif di semua sektor kegiatan ekonomi; Peningkatan pendapatan ekonomi dan kesejahteraan sosial rumah tangga miskin; dan mengkoordinasikan berbagai program pembangunan penanggulangan kemiskinan. Dengan demikian, sasaran penyaluran diharapkan berbagai bantuan kepada masyarakat dapat disalurkan secara tepat, yaitu tepat sasaran penerima (intended beneficiary) dan sasaran lokasinya sesuai dokumen perencanaan yang benar.
Pemberdayaan rumah tangga miskin merupakan upaya yang dapat meningkatkan posisi tawar (bargaining position) mereka, terutama keterjaminan peluang berusahatani dan pada akhirnya meningkatkan pendapatan rumah tangga mereka. Karena itu perlu diciptakan iklim (suasana) kondusif, untuk membangkitkan kesadaran berkembangnya potensi yang dimiliki dengan mendorong, memotivasi, menciptakan aksesbilitas berbagai peluang, mengurangi atau bahkan menghilangkan intervensi dan dominasi pemerintah terhadap perbaikan sistem dan mekanisme pemasaran komoditas. Ekonomi Kerakyatan merupakan suatu gagasan baru tentang perekonomian yang mencoba merumuskan dasar interpretasi serta cita-cita pembangunan masyarakat adil dan makmur. Pertimbangan ekonomi kerakyatan dan efisiensi menjadi dasar penyesuaian dalam upaya pemberdayaan petani demi peningkatan pendapatan dan kesejahteraan rumah tangga di pedesaan.
Penciptaan iklim kondusif meliputi pemperbaikan sistem dan mekanisme pemasaran komoditas khususnya peningkatan harga jual; secara sosial diperlukan perubahan persepsi terhadap pekerjaan pertanian agar nilai kerjanya tidak lagi dipandang sebagai pekerjaan alternatif terakhir karena kurang terhormat dan tidak mampu mengangkat status kehidupan dalam masyarakat; pengadopsian paket teknologi dilakukan secara selektif agar tidak memudarkan peran petani dan menghilangkan pengetahuan lokal (indigenous knowledge) yang terkadang lebih potensial dalam menjaga kelestarian lingkungan maupun kekayaan nilai-nilai lokal.
Dalam penciptaan iklim yang menunjang pemberdayaan petani dan nelayan terkait dengan sumber mata pencaharian, diperlukan beberapa upaya konkrit, seperti melibatkan kembali peran tokoh informal dalam kegiatan penggalangan SDM petani secara sosial dan ekonomi; melibatkan tokoh agama dalam membangun etos kerja dan strategi hidup produktif dan hemat; memberikan pelatihan peningkatan kemampuan SDM agar dapat mengarahkan petani dan nelayan pada unit ekonomi yang produktif; dan melakukan pengkaderan bagi generasi muda, baik keterampilan maupun persepsi nilai kerja agar tidak terjadi putusnya generasi pekerja pertanian dalam masyarakat di pedesaan. Disamping itu secara evolutif, pengeluaran anggota rumah tangga petani berusaha lebih diefisienkan dan diarahkan dari hal-hal yang bersifat seremonial yang umumnya boros dengan mengarahkannya kepada aktivitas yang hemat waktu dan biaya. Jadi, sifat kedinamisan pemberdayaan tersebut selalu diperhatikan sebagai faktor utama dalam penyesuaian sebagai langkah menuju pencapaian keseimbangan terhadap berbagai perubahan yang akan terjadi.
Pertama, program penanggulangan kemiskinan haruslah program yang dilandaskan pada kegiatan peningkatan kemampuan untuk menghasilkan income bagi sasaran (target beneficiaries) dan asas income generating capacity berasal dari kegiatan tersebut. Untuk menghasilkan income generating capacity paling tidak harus ada perbaikan akses pelaku terhadap empat hal yaitu akses terhadap sumber daya, akses terhadap modal, akses terhadap pasar, dan akses terhadap teknologi. Sasaran paling utama diberikan kepada perbaikan pelakunya (invest in people). Kedua, diterapkannya secara utuh prinsip pembinaan dengan pendekatan kelompok, kemitraan, keluarga, serta berprinsip pada keserasian dan keswadayaan, belajar sambil bekerja serta kepemimpinan dari kelompok sasaran sendiri. Dalam pembinaan ini peran pendidikan dan pengembangan sosial dengan prinsip learning by doing, tidak dapat ditinggalkan. Ketiga, dirancangkannya pola pelatihan bagi petugas pembina yang mampu meningkatkan antusiasisme, dedikasi dan kemampuan para petugas pembina dalam menggali dan mengembangkan aspirasi keluarga miskin, terutama dengan pendekatan participatory rural apraisal.
Keempat, diterapkannya pola kredit yang mendidik dan disiplin bagi petani kecil sehingga pada akhirnya mempunyai kredibilitas untuk berhubungan dengan Bank secara normal. Kelima, diterapkannya cara kerja yang terbuka di antara petugas pembina, sehingga memacu kreativitas dan produktivitas kerja (melaksanakan hubungan yang bersifat dialogis dan kolegial). Keenam, dilaksanakannya latihan kepemimpinan perencanaan partisipatif sehingga tumbuh kesatuan kepemimpinan dan perencanaan dalam penanggulangan kemiskinan. Ketujuh, digunakannya berbagai kredit untuk berbagai macam usaha yang memiliki peluang pasar terbesar. Kedelapan, digunakan prinsip pendekatan kelompok, keluarga, keserasian, kepemimpinan dari kelompok, kemitraan, swadaya, dan belajar sambil bekerja.
Upaya mencapai keadaan yang diinginkan ini harus memenuhi kriteria berikut:
1. Secara teknis dapat dilaksanakan, artinya teknologi, alat dan keterampilan yang ada dapat dan memadai untuk menjalankan strategi tersebut.
2. Secara ekonomi menguntungkan, artinya penerapan strategi ini secara finansial memberikan net benefit pihak-pihak yang terlibat di dalamnya.
3. Secara sosiologis dapat dipertanggungjawabkan, artinya penerapan strategi ini tidak membuat komunitas masyarakat menjadi terganggu keseimbangan harmoninya.
4. Secara ekologis berkelanjutan, artinya penerapan strategi ini ramah lingkungan dan tidak menyebabkan terjadinya kerusakan pada sistem keseimbangan lingkungan alami.
Langkah awal dalam pendekatan ini adalah identifikasi potensi masyarakat dan wilayah yang akan dikembangkan, kemudian melakukan pembinaan jiwa dan wawasan wirausaha, ditunjang dengan pemanfaatan teknologi tepat guna untuk meningkatkan efisiensi proses produksi, diikuti dengan pengembangan lembaga ekonomi dan pengadaan pasar. Kesemuanya itu akan membentuk para wirausahawan yang mandiri yang pada gilirannya akan membentuk masyarakat yang sejahtera dalam arti ekonomi, psikis, dan sosial.
Upaya penanggulangan kemiskinan dapat dilakukan antara lain dengan memutus mata rantai kemiskinan itu sendiri dengan cara membuka akses yang luas terhadap sumber-sumber pembiayaan bagi Usaha Kecil dan Mikro (UKM) yang pada dasarnya merupakan bagian dari rumah tangga miskin yang mempunyai kemauan dan kemampuan produktif. Peranan Lembaga Keuangan Mikro (LKM) dalam menunjang kegiatan UKM adalah sebagai alternatif pembiayaan masih lebih kecil dibandingkan lembaga-lembaga keuangan formal.
Untuk lebih jelasnya mengenai proses pelaksanaan kebijakan LKM, berikut ini diberikan beberapa hal yang perlu diperhatikan.
a. Pelembagaan LKM
Untuk menimplementasikan konsep lembaga keuangan mikro di pedesaan, maka terlebih dahulu dilakukan proses institusionalisasi lembaga, dalam pengertian mendirikan suatu lembaga secara resmi. Adapun langkah atau tahapan yang harus dilakukan meliputi musyawarah dan sosialisasi, pembentukan pengurus, dan pengesahan lembaga.
b. Pengelolaan
1. Tujuan dan Sasaran
Secara umum program dana bergulir yang dikelola melalui LKM bertujuan untuk meningkatkan aktivitas ekonomi pedesaan, meningkatkan volume usaha, meningkatkan penyerapan tenaga kerja, meningkatkan semangat kewirausahaan, meningkatkan pendapatan anggota, dan membangkitkan etos kerja. Sedangkan sasaran dari LKM meliputi individu dan kelompok yang akan memulai usaha ataupun bermaksud mengembangkan usahanya.
2. Tenaga Administrasi

Tenaga administrasi yang bertugas untuk mengelola LKM adalah masyarakat Buton Utara yang memiliki kapabilitas, integritas, dan loyalitas yang tinggi untuk menjalankan proses kelancaran organisasi LKM. Adapun pembiayaan (honor) dari tenaga administrasi dapat bersumber dari pemerintah daerah yang ditentapkan dalam APBD.
3. Pendanaan
a. Sumber Pendanaan. Basis sumber pendanaan penanggulangan kemiskinan yang bersifat langsung kepada masyarakat pada dasarnya dapat dibedakan menjadi dua sumber, yakni: (i) dana perbankan dan non bank untuk kegiatan peningkatan produktivitas rumah tangga miskin dalam rangka peningkatan pendapatan; dan (ii) dana pemerintah untuk kegiatan penyediaan kebutuhan dasar dan bantuan sosial sebagai upaya pengurangan beban pengeluaran rumah tangga miskin.
b. Alokasi Pinjaman, meliputi aspek persyaratan penerima, jenis pinjaman yang diberikan, dan besarnya pinjaman.
c. Jenis pembiayaan
1.Jenis pembiayaan berdasarkan sektor usaha yang dibiayai:
a. Pembiayaan Usaha Nelayan
b. Pembiayaan sektor perdagangan
c. Pembiayaan sektor perikanan dan pertanian
d. Pembiayaan sektor industri rumah tangga
e. Pembiayaan sektor jasa lainnya
2. Jenis pembiayaan berdasarkan jangka waktu pemberiannya
a. Pembiayaan jangka pendek untuk dibawah 3 bulan
b. Pembiayaan jangka menengah untuk diatas 3 bulan sampai dengan 7 bulan
c. Pembiayaan jangka panjang untuk diatas 7 bulan s/d 10 bulan
3. Jenis pembiayaan berdasarkan cara pembayaran/angsuran:
a. Pembiayaan dengan angsuran pokok dan margin secara periodik.
b. Pembiayaan dengan angsuran pokok secara periodik dan margin pada akhir pembiaaan.
c. Pembiayaan dengan angsuran pokok dan bagi hasil pada akhir pembiayaan.
d. Besarnya pembiayaan, didasarkan pada analisa kelayakan usaha yang memuat tentang kemampuan membayar, kemauan membayar dan jaminan atas resikopembiayaan
c. Monitoring dan Evaluasi (Monev). Pengembangan sistem monitoring dan evaluasi mutlak diperlukan untuk menjamin strategi penanggulangan kemiskinan yang diterapkan dapat berjalan dengan efisien. Sistem monitoring perlu diorientasikan pada upaya untuk memastikan bahwa pelaksanaan upaya penanggulangan kemiskinan berjalan sesuai dengan rencana selama upaya tersebut berjalan, sedangkan sistem evaluasi diperlukan untuk menyempurnakan upaya atau kegiatan-kegiatan yang sedang berjalan, membantu perencanaan, penyusunan upaya atau kegiatan dan pengambilan keputusan di masa depan. Monitoring dan evaluasi perlu ditentukan secara berkala atau dalam waktu-waktu tertentu dapat dilakukan jika dipandang terdapat hal-hal yang dianggap penting. Monev dapat dilakukan baik secara internal, eksternal, maupun secara independen. Indikator kinerja dalam mengembangkan sistem monev penanggulangan kemiskinan dapat dikelompokan atas empat, yaitu indikator masukan, indikator proses, indikator keluaran, dan indikator dampak.
Strategi Penanggulangan Pengangguran
Berdasarkan hasil pembahasan tentang masalah kemiskinan, ditemukan bahwa masalah kemiskinan memiliki keterkaitan dengan masalah pengangguran. Profil jenis pekerjaan dari rumah tangga miskin sebagaimana yang telah diuraikan sebelumnya menunjukkan 2,15 persen rumah tangga miskin berada pada kategori menganggur. Persentase rumah tangga yang tidak sedang bekerja tersebut tampil mengambil posisi penyebab terjadinya kemiskinan di Kabupaten Buton Utara sebesar 5,25 persen. Jika dibandingkan dengan masalah kemiskinan, maka masalah pengangguran di Kabupaten Buton Utara dapat dikatakan belum menjadi masalah yang kronis.
Hal ini didasarkan pada persoalan jumlah angka pengangguran terbuka jauh lebih rendah daripada rata-rata tingkat pengangguran terbuka (TPT) secara nasional yang mencapai 6,80 persen (BPS, 2011b). Selain itu, potensi lapangan pekerjaan di Kabupaten Buton Utara cukup variatif. Dengan demikian, jika masyarakat memiliki kreativitas dan etos kerja yang tinggi maka tidaklah mungkin terjadi pengangguran terbuka, dalam pengertian tidak bekerja sama sekali. Meskipun persentase angka pengangguran di Kabupaten Buton Utara tidak begitu besar, namun tetap saja dipandang penting untuk diberi perhatian baik secara akademis maupun secara praktis dengan harapan dapat mengeluarkan mereka dari kondisi tuna karya yang tengah dialaminya.
Keterkaitan antara ketenagakerjaan dan kemiskinan dalam hal ini akan didekati dengan melihat hubungan antara kemiskinan dan pengangguran dan antara kemiskinan dan setengah pengangguran. Pemilihan indikator pengangguran dan setengah pengangguran didasari pada kenyataan bahwa kedua indikator tersebut terkait langsung dengan tingkat pendapatan. Secara teoretis, tingkat kemiskinan akan bergerak mengikuti tingkat pengangguran. Dalam hal ini ketika tingkat pengangguran mengalami kenaikan maka secara otomatis tingkat kemiskinan akan meningkat. Hal ini sejalan dengan pernyataan Todaro (2003) yang menyebutkan bahwa mereka yang berada dalam keadaan miskin adalah mereka yang tidak bekerja secara teratur atau terus menerus, atau yang bekerja paruh waktu saja. Merujuk pada pernyataan Todaro di atas, tampaknya setengah pengangguran yang diukur berdasarkan jam kerja (35 jam per minggu) memiliki hubungan yang posistif dengan kemiskinan. Ketersediaan lapangan kerja yang relatif terbatas, tidak mampu menyerap para pencari kerja yang senantiasa bertambah setiap tahun seiring dengan bertambahnya jumlah penduduk. Tingginya angka pengangguran tidak hanya menimbulkan masalah-masalah di bidang ekonomi, melainkan juga berbagai masalah di bidang sosial, seperti kemiskinan dan kerawanan sosial. Karena itu, persoalan pengangguran menjadi salah satu isu penting dalam ketenagakerjaan. Dari sisi ekonomi, pengangguran merupakan produk dari ketidakmampuan pasar kerja dalam menyerap angkatan kerja yang tersedia. Sementara dari sisi sosiologis, pengangguran merupakan kondisi ketidakberdayaan sesorang atau sekelompok orang yang tidak mampu mengaktualisasikan dirinya dalam peran sosial ekonomi produktif.
Karena itu perlu dilakukan Gerakan Penanggulangan Pengangguran Daerah (GPPD) dengan mengerahkan semua unsur-unsur dan potensi di tingkat daerah untuk menyusun kebijakan dan strategi serta melaksanakan program penanggulangan pengangguran. Salah satu tolok ukur kebijakan yang rencanakan haruslah keberhasilan dalam perluasan kesempatan kerja atau penurunan pengangguran dan setengah pengangguran. Secara teknis keberhasilan rencana aksi penanggulangan kemiskinan melalui rencana aksi penguatan kelembagaan keuangan mikro, maka secara langsung maupun tidak langsung akan memengaruhi semangat padat karya bagi warga yang tergolong menganggur. Hal ini didasarkan pada asumsi bahwa modal usaha produktif akan membuka ruang kerja baru bagi mereka yang akan memulai usaha, maupun meningkatkan produktivitas usaha bagi mereka yang telah memiliki usaha.
Untuk maksud tersebut, maka pemerintah daerah akan melaksanakan upaya-upaya strategis untuk menanggulangi pengangguran. Pertama, pengembangan informasi pasar kerja (labor market information). Langkah ini dimaksudkan untuk mendukung perencanaan tenaga kerja yang tepat. Berhasil atau tidaknya suatu program yang dilaksanakan sangat tergantung dari ketersediaan informasi yang cepat dan valid. Untuk mengetahui implementasi keberhasilan program penanggulangan pengangguran perlu disusun sistem informasi untuk memonitor keadaan pasar kerja yang tersedia.
Kedua, pelatihan kerja (training). Pelatihan bertujuan untuk menyediakan tenaga kerja yang lebih terampil, berpendidikan, dan fleksibel sesuai dengan kebutuhan pasar kerja serta meningkatkan produktivitas tenaga kerja agar hasil kerja atau produksi dapat bersaing dipasaran. Pelatihan juga dimaksudkan untuk meningkatkan pendapatan dan kualitas iklim kerja yang lebih baik (quality of working life) dari tenaga kerja yang bersangkutan. Pelatihan lebih diarahkan kepada kebutuhan pasar dan dilaksanakan secara terpadu.
Ketiga, pengembangan usaha informal keluarga. Upaya ini dapat dilakukan dengan mendorong para pencari kerja terdidik untuk melanjutkan usaha informal dilingkungan keluarganya. Dengan memberi bekal tambahan latihan ketrampilan berwirausaha, mereka akan dapat mengembangkan, memodernisasi, dan menjalankan usaha informal keluarganya dengan baik. Pengembangan usaha informal keluarga diarahkan untuk dapat memanfaatkan potensi daerah setempat dan diarahkan untuk mampu menyerap jumlah tenaga kerja yang lebih banyak. Strategi pengembangan usaha informal merupakan upaya untuk mengurangi pengangguran terdidik melalui pembentukan kelompok-kelompok usaha kecil dengan fasilitasi dari pemerintah. Kelompok-kelompok usaha ini perlu dibimbing dan difasilitasi baik dari segi ketrampilan berwirausaha, pendanaan, manajemen usaha, sampai dengan pemasaran dari produk atau jasa yang dihasilkan. Selanjutnya kelompok usaha mandiri yang sudah dapat berdiri sendiri dan mapan, dapat secara bergantian dan berantai memfasilitasi kelompok usaha baru lainnya, maka upaya ini akan dapat menyerap banyak tenaga kerja baru.
KESIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian sebagaimana yang diuraikan pada bab sebelumnya ditemukan beberapa hal penting berkenaan dengan strategi penanggulangan kemiskinan dan pengangguran. Permasalahan yang dihadapi dalam upaya penanggulangan kemiskinan umumnya menyangkut lima hal, yaitu aspek kelembagaan, aspek kebijakan dan penganggaran program, aspek SDM, aspek di bidang data dan informasi, serta aspek monitoring dan evaluasi.
Daftar referensi :
1. sirajuddin. “Strategi Penanggulangan Kemiskinan dan Pengangguran di Kabupaten Buton Utara”. Edisi III Januari 2012.
2. http://lanimaidiacute.blogspot.com/2012/05/hubungan-inflasi-dan-pengangguran.html

Tidak ada komentar :

Posting Komentar