PENGARUH PENGANGURAN, INFLASI TERHADAP
KEMISKINAN
DAN PENANGGULANGANNYA
Abstrak
Studi ini bertujuan
untuk memahami pengaruh pengangguran, inflasi, terhadap kemiskinan yang terjadi
di Indonesia. Studi ini merujuk kepada penelitian yang ada di daerah Kabupaten Buton
Utara. Penelitian ini disertai strategi penanggulangan kemiskinan dan
pengangguran.
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Kemiskinan merupakan problematika kemanusiaan
yang telah mendunia dan hingga kini masih menjadi isu sentral di belahan bumi
manapun. Selain bersifat laten dan aktual, kemiskinan adalah penyakit sosial
ekonomi yang paling banyak dialami oleh negara-negara berkembang. Kemiskinan di
negara yang sedang berkembang merupakan masalah yang cukup kompleks, meskipun
kebanyakan negara-negara berkembang sudah berhasil melaksanakan pembangunan
ekonomi. Pada umumnya fokus perhatiannya adalah dengan menggunakan strategi
yang mengarah kepada pencapaian tingkat pertumbuhan produksi dan pendapatan
nasional yang setinggi-tingginya.
Berbagai upaya untuk mempercepat
penurunan jumlah penduduk miskin, pemerintah telah menetapkan dan menerapkan
berbagai kebijakan pembangunan. Tujuannya adalah peningkatan dan pemerataan
pendapatan dan kesejahteraan yang secara langsung menyentuh masyarakat miskin.
Kebijakan pembangunan dalam rangka penanggulangan kemiskinan berasumsi bahwa
apabila semua anggota masyarakat tersebut memperoleh pendapatan melebihi
kebutuhan konsumsi dasarnya, maka dapat memperluas dan memperbesar partisipasi
mereka dalam pembangunan dan menjadi kekuatan baru dari diri masyarakat yang
bersifat dinamis dan berkesinambungan.
Masalah pokok yang dihadapi bangsa
Indonesia selain masalah kemiskinan adalah masalah pengangguran. Pengangguran
dan kemiskinan merupakan dua hal yang saling berkaitan. Pengangguran yang
tinggi berdampak langsung maupun tidak langsung terhadap kemiskinan. Dengan
jumlah angkatan kerja yang cukup besar, arus migrasi yang terus mengalir, serta
dampak krisis ekonomi yang berkepanjangan sampai saat ini, membuat permasalahan
tenaga kerja menjadi sangat besar dan kompleks.
Memang masalah pengangguran telah menjadi
momok yang begitu menakutkan khususnya di negara-negara berkembang seperti di
Indonesia. Negara berkembang seringkali dihadapkan dengan besarnya angka
pengangguran karena sempitnya lapangan pekerjaan dan besarnya jumlah penduduk.
Sempitnya lapangan pekerjaan dikarenakan karena faktor kelangkaan modal untuk
berinvestasi.
Pengangguran
terjadi disebabkan antara lain, yaitu karena jumlah lapangan kerja yang
tersedia lebih kecil dari jumlah pencari kerja. Juga kompetensi pencari kerja
tidak sesuai dengan pasar kerja. Selain itu juga kurang efektifnya informasi
pasar kerja bagi para pencari kerja. Fenomena pengangguran juga berkaitan erat
dengan terjadinya pemutusan hubungan kerja yang disebabkan antara lain;
perusahaan yang menutup atau mengurangi bidang usahanya akibat krisis ekonomi
atau keamanan yang kurang kondusif; peraturan yang menghambat inventasi;
hambatan dalam proses ekspor impor, dan lain-lain.
KAJIAN PUSTAKA
Inflasi
Definisi Inflasi :
Secara umum inflasi dapat diartikan sebagai kenaikan tingkat
harga barang dan jasa secara umum dan terus menerus selama waktu tertentu .
Komponen Inflasi
Ada tiga komponen yang harus dipenuhi agar dapat dikatakan telah
terjadi inflasi, Prathama dan Mandala (2001:203)
1. Kenaikan harga
Harga suatu komoditas dikatakan naik jika menjadi lebih tinggi
darpada harga periode sebelumnya.
2. Bersifat umum
Kenaikan harga suatu komoditas belum dapat dikatakan inflasi
jika kenaikan tersebut tidak menyebabkan harga secara umum naik.
3. Berlangsung terus menerus
Kenaikan harga yang bersifat umum juga belum akan memunculkan
inflasi, jika terjadi sesaat, karena itu perhitungan inflasi dilakukan dalam
rentang waktu minimal bulanan
Tingkat Inflasi
Kondisi inflasi menurut Samuelson (1998:581), berdasarkan sifatnya
inflasi dibagi menjadi tiga bagian yaitu
1) Merayap {Creeping Inflation) Laju inflasi yang rendah (kurang
dari 10% pertahun), kenaikan harga berjalan lambat dengan persentase yang kecil
serta dalam jangka waktu yang relatif lama.
2) Inflasi menengah {Galloping Inflation) Ditandai dengan
kenaikan harga yang cukup besar dan kadang-kadang berjalan dalam waktu yang
relatif pendek serta mempunyai sifat akselerasi yang arrinya harga-harga
minggu/bulan ini lebih tinggi dari minggu/bulan lalu dan seterusnya.
3) Inflasi Tinggi {Hyper Inflation) Inflasi yang paling parah
dengan dtandai dengan kenaikan harga sampai 5 atau 6 kali dan nilai uang
merosot dengan tajam. Biasanya keadaan ini timbul apabila pemerintah mengalami
defisit anggaran belanja. Metode Pengukuran Inflasi
Suatu kenaiikan harga dalam inflasi dapat diukur dengan
menggunakan indeks harga. Ada beberapa indeks harga yang dapat digunakan untuk
mengukur laju inflasi (Nopirin,1987:25) antara lain:
a) ConsumerPriceIndex (CPI) Indeks yang digunakan untuk mengukur
biaya atau pengeluaran rumah tangga dalam membeli sejumlah barang bagi
keperluan kebuthan hidup: CPI= (Cost of marketbasket ingiven year : Cost of
marketbasket in base year) x 100%
b) Produsen PriceIndex dikenal dengan Whosale Price IndexIndex yang lebih menitikberatkan pada perdagangan besar seperti harga bahan mentah (raw material), bahan baku atau barang setengah jadi. Indeks PPI ini sejalan dengan indeks CPI.
b) Produsen PriceIndex dikenal dengan Whosale Price IndexIndex yang lebih menitikberatkan pada perdagangan besar seperti harga bahan mentah (raw material), bahan baku atau barang setengah jadi. Indeks PPI ini sejalan dengan indeks CPI.
c) GNP Deflator GNP deflator ini merupakan jenis indeks yang
berbeda dengan indeks CPI dan PPI, dimana indeks ini mencangkup jumlah barang
dan jasa yang termasuk dalam hitungan GNP, sehingga jumlahnya lebih banyak
dibanding dengan kedua indeks diatas: GNP Deflator = (GNP Nominal : GNP Riil) x
100%
Faktor - faktor yang mempengaruhi Inflasi Menurut Samuelson dan
Nordhaus (1998:587), ada beberapa faktor yang menyebabkan timbulnya inflasi:
a. DemandPull Inflation Timbul apabila permintaan agregat
meningkat lebih cepat dibandingkan dengan potensi produktif perekonomian,
menarik harga ke atas untuk menyeimbangkan penawaran dan pennintaan agregat.
b. Cost Push Inflation or Supply Shock Inflation Inflasi yang
diakibatkan oleh peningkatan biaya selama periode pengangguran tinggi dan
penggunaan sumber daya yang kurang efektif.
Sedangkan faktor- faktor yang menyebabkan timbulnya inflasi tidak hanya dipengaruhi oleh Demand Pull Inflation dan Cost Push Inflation tetapi juga dipengaruhi oleh :
Sedangkan faktor- faktor yang menyebabkan timbulnya inflasi tidak hanya dipengaruhi oleh Demand Pull Inflation dan Cost Push Inflation tetapi juga dipengaruhi oleh :
a) Domestic Inflation Tingkat inflasi yang terjadi karena
disebabkan oleh kenaikan harga barang secara umum di dalam negeri.
b) ImportedInflation Tingkat inflasi yang terjadi karena
disebabkan oleh kenaikan harga-harga barang import secara umum
Penyebab inflasi
Inflasi dapat disebabkan oleh dua hal, yaitu tarikan permintaan
(kelebihan likuiditas/uang/alat tukar) dan yang kedua adalah desakan(tekanan)
produksi dan/atau distribusi (kurangnya produksi (product or service) dan/atau
juga termasuk kurangnya distribusi). Untuk sebab pertama lebih dipengaruhi dari
peran negara dalam kebijakan moneter (Bank Sentral), sedangkan untuk sebab
kedua lebih dipengaruhi dari peran negara dalam kebijakan eksekutor yang dalam hal
ini dipegang oleh Pemerintah (Government) seperti fiscal (perpajakan/pungutan/insentif/disinsentif),
kebijakan pembangunan infrastruktur, regulasi, dll. Inflasi tarikan permintaan
(Ingg: demand pull inflation) terjadi akibat adanya permintaan total yang
berlebihan dimana biasanya dipicu oleh membanjirnya likuiditas di pasar
sehingga terjadi permintaan yang tinggi dan memicu perubahan pada tingkat
harga. Bertambahnya volume alat tukar atau likuiditas yang terkait dengan
permintaan terhadap barang dan jasa mengakibatkan bertambahnya permintaan
terhadap faktor-faktor produksi tersebut. Meningkatnya permintaan terhadap
faktor produksi itu kemudian menyebabkan harga faktor produksi meningkat. Jadi,
inflasi ini terjadi karena suatu kenaikan dalam permintaan total sewaktu
perekonomian yang bersangkutan dalam situasi full employment dimanana biasanya
lebih disebabkan oleh rangsangan volume likuiditas dipasar yang berlebihan.
Membanjirnya likuiditas di pasar juga disebabkan oleh banyak faktor selain yang
utama tentunya kemampuan bank sentral dalam mengatur peredaran jumlah uang,
kebijakan suku bunga bank sentral, sampai dengan aksi spekulasi yang terjadi di
sektor industri keuangan. Inflasi desakan biaya (Ingg: cost push inflation)
terjadi akibat adanya kelangkaan produksi dan/atau juga termasuk adanya
kelangkaan distribusi, walau permintaan secara umum tidak ada perubahan yang
meningkat secara signifikan. Adanya ketidak-lancaran aliran distribusi ini atau
berkurangnya produksi yang tersedia dari rata-rata permintaan normal dapat
memicu kenaikan harga sesuai dengan berlakunya hukum permintaan-penawaran, atau
juga karena terbentuknya posisi nilai keekonomian yang baru terhadap produk
tersebut akibat pola atau skala distribusi yang baru. Berkurangnya produksi
sendiri bisa terjadi akibat berbagai hal seperti adanya masalah teknis di
sumber produksi (pabrik, perkebunan, dll), bencana alam, cuaca, atau kelangkaan
bahan baku untuk menghasilkan produksi tersebut, aksi spekulasi (penimbunan),
dll. Sehingga memicu kelangkaan produksi yang terkait tersebut di pasaran.
Begitu juga hal yang sama dapat terjadi pada distribusi, dimana dalam hal ini
faktor infrastruktur memainkan peranan yang sangat penting. Meningkatnya biaya
produksi dapat disebabkan 2 hal, yaitu kenaikan harga,misalnya bahan baku dan
kenaikan upah/gaji,misalnya kenaikan gaji PNS akan mengakibatkan usaha usaha
swasta menaikkan harga barang-barang.
Penggolongan inflasi
Berdasarkan asalnya, inflasi dapat digolongkan menjadi dua,
yaitu inflasi yang berasal dari dalam negeri dan inflasi yang berasal dari luar
negeri. Inflasi berasal dari dalam negeri misalnya terjadi akibat terjadinya
defisit anggaran belanja yang dibiayai dengan cara mencetak uang baru dan
gagalnya pasar yang berakibat harga bahan makanan menjadi mahal. Sementara itu,
inflasi dari luar negeri adalah inflasi yang terjadi sebagai akibat naiknya
harga barang impor. Hal ini bisa terjadi akibat biaya produksi barang di luar
negeri tinggi atau adanya kenaikan tarif impor barang. Inflasi juga dapat
dibagi berdasarkan besarnya cakupan pengaruh terhadap harga. Jika kenaikan
harga yang terjadi hanya berkaitan dengan satu atau dua barang tertentu,
inflasi itu disebut inflasi tertutup (Closed Inflation). Namun, apabila
kenaikan harga terjadi pada semua barang secara umum, maka inflasi itu disebut
sebagai inflasi terbuka (Open Inflation). Sedangkan apabila serangan inflasi
demikian hebatnya sehingga setiap saat harga-harga terus berubah dan meningkat
sehingga orang tidak dapat menahan uang lebih lama disebabkan nilai uang terus merosot
disebut inflasi yang tidak terkendali (Hiperinflasi). Berdasarkan keparahannya
inflasi juga dapat dibedakan :
1. Inflasi ringan (kurang dari 10% / tahun)
2. Inflasi sedang (antara 10% sampai 30% / tahun)
3. Inflasi berat (antara 30% sampai 100% / tahun)
4. Hiperinflasi (lebih dari 100% / tahun)
Mengukur inflasi
Inflasi diukur dengan menghitung perubahan tingkat persentase
perubahan sebuah indeks harga. Indeks harga tersebut di antaranya:
• Indeks harga konsumen (IHK) atau consumer price index (CPI),
adalah indeks yang mengukur harga rata-rata dari barang tertentu yang dibeli
oleh konsumen.
• Indeks biaya hidup atau cost-of-living index (COLI).
• Indeks harga produsen adalah indeks yang mengukur harga
rata-rata dari barang-barang yang dibutuhkan produsen untuk melakukan proses
produksi. IHP sering digunakan untuk meramalkan tingkat IHK di masa depan
karena perubahan harga bahan baku meningkatkan biaya produksi, yang kemudian
akan meningkatkan harga barang-barang konsumsi.
• Indeks harga komoditas adalah indeks yang mengukur harga dari
komoditas-komoditas tertentu.
• Indeks harga barang-barang modal
• Deflator PDB menunjukkan besarnya perubahan harga dari semua
barang baru, barang produksi lokal, barang jadi, dan jasa.
Dampak
Pekerja dengan gaji tetap sangat dirugikan dengan adanya
Inflasi. Inflasi memiliki dampak positif dan dampak negatif- tergantung parah
atau tidaknya inflasi. Apabila inflasi itu ringan, justru mempunyai pengaruh
yang positif dalam arti dapat mendorong perekonomian lebih baik, yaitu
meningkatkan pendapatan nasional dan membuat orang bergairah untuk bekerja,
menabung dan mengadakan investasi. Sebaliknya, dalam masa inflasi yang parah,
yaitu pada saat terjadi inflasi tak terkendali (hiperinflasi), keadaan
perekonomian menjadi kacau dan perekonomian dirasakan lesu. Orang menjadi tidak
bersemangat kerja, menabung, atau mengadakan investasi dan produksi karena
harga meningkat dengan cepat. Para penerima pendapatan tetap seperti pegawai
negeri atau karyawan swasta serta kaum buruh juga akan kewalahan menanggung dan
mengimbangi harga sehingga hidup mereka menjadi semakin merosot dan terpuruk
dari waktu ke waktu.
·
Bagi masyarakat yang memiliki pendapatan tetap, inflasi sangat
merugikan. Kita ambil contoh seorang pensiunan pegawai negeri tahun 1990. Pada
tahun 1990, uang pensiunnya cukup untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, namun di
tahun 2003 -atau tiga belas tahun kemudian, daya beli uangnya mungkin hanya
tinggal setengah. Artinya, uang pensiunnya tidak lagi cukup untuk memenuhi
kebutuhan hidupnya. Sebaliknya, orang yang mengandalkan pendapatan berdasarkan
keuntungan, seperti misalnya pengusaha, tidak dirugikan dengan adanya inflasi.
Begitu juga halnya dengan pegawai yang bekerja di perusahaan dengan gaji
mengikuti tingkat inflasi.
·
Inflasi juga menyebabkan orang enggan untuk menabung karena
nilai mata uang semakin menurun. Memang, tabungan menghasilkan bunga, namun
jika tingkat inflasi di atas bunga, nilai uang tetap saja menurun. Bila orang
enggan menabung, dunia usaha dan investasi akan sulit berkembang. Karena, untuk
berkembang dunia usaha membutuhkan dana dari bank yang diperoleh dari tabungan
masyarakat.
·
Bagi orang yang meminjam uang dari bank (debitur), inflasi
menguntungkan, karena pada saat pembayaran utang kepada kreditur, nilai uang
lebih rendah dibandingkan pada saat meminjam. Sebaliknya, kreditur atau pihak
yang meminjamkan uang akan mengalami kerugian karena nilai uang pengembalian
lebih rendah jika dibandingkan pada saat peminjaman.
·
Bagi produsen, inflasi dapat menguntungkan bila pendapatan yang
diperoleh lebih tinggi daripada kenaikan biaya produksi. Bila hal ini terjadi,
produsen akan terdorong untuk melipatgandakan produksinya (biasanya terjadi
pada pengusaha besar). Namun, bila inflasi menyebabkan naiknya biaya produksi
hingga pada akhirnya merugikan produsen, maka produsen enggan untuk meneruskan
produksinya. Produsen bisa menghentikan produksinya untuk sementara waktu.
Bahkan, bila tidak sanggup mengikuti laju inflasi, usaha produsen tersebut
mungkin akan bangkrut (biasanya terjadi pada pengusaha kecil).
·
Secara umum, inflasi dapat mengakibatkan berkurangnya investasi
di suatu negara, mendorong kenaikan suku bunga, mendorong penanaman modal yang
bersifat spekulatif, kegagalan pelaksanaan pembangunan, ketidakstabilan
ekonomi, defisit neraca pembayaran, dan merosotnya tingkat kehidupan dan
kesejahteraan masyarakat.
Pengangguran
A. Pengertian Pengangguran
Pengangguran adalah orang yang masuk dalam angkatan kerja (15
sampai 64 tahun) yang sedang mencari pekerjaan
dan belum mendapatkannya. Orang yang tidak sedang mencari kerja contohnya
seperti ibu rumah tangga, siswa sekolan smp, sma, mahasiswa perguruan tinggi,
dan lain sebagainya yang karena sesuatu hal tidak/belum membutuhkan pekerjaan.
B. Rumus
Menghitung Tingkat Pengangguran
Untuk mengukur
tingkat pengangguran pada suatu wilayah bisa didapat dar prosentase membagi jumlah
pengangguran dengan jumlah angkaran kerja. Tingkat Pengangguran = Jml Yang Nganggur / Jml
Angkatan Kerja x 100%
C. Jenis &
Macam Pengangguran
1. Pengangguran
Friksional / Frictional Unemployment Pengangguran friksional adalah pengangguran yang
sifatnya sementara yang disebabkan adanya kendala waktu, informasi dan kondisi
geografis antara pelamar kerja dengan pembuka lamaran pekerjaan.
2. Pengangguran
Struktural / Structural Unemployment Pengangguran struktural adalah keadaan di mana
penganggur yang mencari lapangan pekerjaan tidak mampu memenuhi persyaratan
yang ditentukan pembuka lapangan kerja. Semakin maju suatu perekonomian suatu
daerah akan meningkatkan kebutuhan akan sumber daya manusia yang memiliki
kualitas yang lebih baik dari sebelumnya.
3. Pengangguran
Musiman / Seasonal Unemployment Pengangguran musiman adalah keadaan menganggur karena adanya fluktuasi
kegiaan ekonomi jangka pendek yang menyebabkan seseorang harus nganggur.
Contohnya seperti petani yang menanti musim tanam, tukan jualan duren yang
menanti musim durian.
4. Pengangguran
Siklikal Pengangguran siklikal adalah
pengangguran yang menganggur akibat imbas naik turun siklus ekonomi sehingga
permintaan tenaga kerja lebih rendah daripada penawaran kerja.
Pengangguran juga
dapat dibedakan atas pengangguran sukarela (voluntary unemployment) dan
dukalara (involuntary unemployment). Pengangguran suka rela adalah pengangguran
yang menganggur untuk sementara waktu karna ingin mencari pekerjaan lain yang
lebih baik. Sedangkan pengangguran duka lara adalah pengengguran yang menganggur
karena sudah berusaha mencari pekerjaan namun belum berhasil mendapatkan kerja.
Pertumbuhan
Ekonomi
Pembangunan
ekonomi adalah suatu proses kenaikan pendapatan total dan pendapatan perkapita
dengan memperhitungkan adanya pertambahan penduduk dan disertai dengan
perubahan fundamental dalam struktur ekonomi suatu negara dan pemerataan
pendapatan bagi penduduk suatu negara. Pembangunan ekonomi tak dapat lepas dari pertumbuhan
ekonomi (economic growth); pembangunan ekonomi mendorong pertumbuhan ekonomi, dan
sebaliknya, pertumbuhan ekonomi memperlancar proses pembangunan ekonomi.Yang
dimaksud dengan pertumbuhan ekonomi adalah proses kenaikan kapasitas produksi
suatu perekonomian yang diwujudkan dalam bentuk kenaikan pendapatan nasional.
Suatu negara dikatakan mengalami pertumbuhan ekonomi apabila terjadi
peningkatan GNP riil di negara tersebut. Adanya pertumbuhan ekonomi merupakan
indikasi keberhasilan pembangunan ekonomi. Perbedaan
antara keduanya adalah pertumbuhan ekonomi keberhasilannya lebih bersifat kuantitatif,
yaitu adanya kenaikan dalam standar pendapatan dan tingkat output produksi yang
dihasilkan, sedangkan pembangunan ekonomi lebih bersifat kualitatif, bukan
hanya pertambahan produksi, tetapi juga terdapat perubahan-perubahan dalam
struktur produksi dan alokasi input pada berbagai sektor perekonomian seperti
dalam lembaga, pengetahuan, sosial dan teknik.
Faktor
Sumber daya alam
yang dimiliki mempengaruhi pembangunan ekonomi. Ada beberapa faktor yang mempengaruhi pertumbuhan dan
pembangunan ekonomi, namun pada hakikatnya faktor-faktor tersebut dapat
dikelompokan menjadi dua, yaitu faktor ekonomi dan faktor nonekonomi. Faktor ekonomi yang mempengaruhi pertumbuhan dan
pembangunan ekonomi diantaranya adalah sumber daya alam, sumber daya manusia,
sumber daya modal, dan keahlian atau kewirausahaan. Sumber daya alam, yang meliputi tanah dan kekayaan
alam seperti kesuburan tanah, keadaan iklim/cuaca, hasil hutan, tambang, dan
hasil laut, sangat mempengaruhi pertumbuhan industri suatu negara, terutama dalam
hal penyediaan bahan baku produksi. Sementara itu, keahlian dan kewirausahaan
dibutuhkan untuk mengolah bahan mentah dari alam, menjadi sesuatu yang memiliki
nilai lebih tinggi (disebut juga sebagai proses produksi). Sumber daya manusia juga menentukan keberhasilan
pembangunan nasional melalui jumlah dan kualitas penduduk. Jumlah penduduk yang
besar merupakan pasar potensial untuk memasarkan hasil-hasil produksi,
sementara kualitas penduduk menentukan seberapa besar produktivitas yang ada.
Sementara itu, sumber daya modal dibutuhkan
manusia untuk mengolah bahan mentah tersebut. Pembentukan modal dan investasi
ditujukan untuk menggali dan mengolah kekayaan. Sumber daya modal berupa
barang-barang modal sangat penting bagi perkembangan dan kelancaran pembangunan
ekonomi karena barang-barang modal juga dapat meningkatkan produktivitas.
Faktor nonekonomi mencakup kondisi sosial kultur
yang ada di masyarakat, keadaan politik, kelembagaan, dan sistem yang
berkembang dan berlaku.
Hubungan inflasi,
pengangguran dan pertumbuhan ekonomi
Ada suatu
hubungan terbalik antara tingkat inflasi dan tingkat pengangguran dalam suatu
perekonomian. Semakin banyak pengusaha memperluas kesempatan kerja semakin dia
harus membayar dengan faktor tertentu produksi dan pembayaran lebih banyak
faktor produksi peningkatan biaya produksi unit akan diamati dan dalam rangka
mempertahankan profitabilitas produk pengusaha akan mengembang harga produk
tersebut. Sebuah proses serupa akan diamati di seluruh perekonomian ketika
pemerintah bermaksud untuk menciptakan pekerjaan. Harga produk atau jasa, di
mana tenaga kerja terinstal, akan meningkat sehingga kenaikan tingkat inflasi
akan terlihat melalui ekonomi luar.
METODOLOGI PENELITIAN
Strategi penanggulangan Kemiskinan
Permasalahan kemiskinan yang cukup
kompleks membutuhkan intervensi semua pihak secara bersama dan terkoordinasi.
Namun penangannya selama ini cenderung parsial dan tidak berkelanjutan. Peran
dunia usaha dan masyarakat pada umumnya juga belum optimal. Kerelawanan sosial
dalam kehidupan masyarakat yang dapat menjadi sumber penting pemberdayaan dan
pemecahan akar permasalahan kemiskinan juga mulai luntur. Untuk itu diperlukan
perubahan yang bersifat sistemik dan menyeluruh dalam upaya penanggulangan
kemiskinan.
Kebijaksanaan agenda aksi penanggulangan
kemiskinan dilaksanakan dalam tahap penyelamatan dan pemulihan yang pada
hakikatnya merupakan upaya untuk memicu dan memacu gerakan kolektif
penanggulangan kemiskinan sebagai strategi dalam pemerataan dan penajaman
program mendorong peranserta aktif dalam berbagai program penanggulangan
kemiskinan. Memberikan bantuan langsung yang dapat dipergunakan sebagai modal
usaha dan investasi sosial ekonomi disertai pendampingan untuk kegiatan sosial
ekonomi produktif secara lestari.
Data responden menggambarkan sebagian
besar (46,78) rumah tangga miskin mengharapkan adanya bantuan dana yang
berbunga lunak, baik yang bersumber dari pemerintah maupun dari lembaga
perbankan atau lembaga non bank lainnya. Selain itu, 18,85 persen rumah tangga
miskin juga mendambakan adanya pembukaan lapangan kerja bagi mereka yang tidak
memiliki pekerjaan tetap, sehingga secara tidak langsung akan berpengaruh
terhadap tingkat produktivitasnya. Hal ini menunjukkan bahwa ada keterkaitan
yang signifikan antara masalah lapangan kerja dengan masalah kemiskinan, karena
ternyata terdapat rumah tangga miskin yang mengharapkan adanya lapangan kerja
baru.
Sementara responden yang lebih
memprioritaskan pembangunan prasarana ekonomi sebanyak 14,80 persen. Selebihnya
mengutamakan pelayanan pendidikan dan kesehatan gratis, serta program
pendidikan dan pelatihan masing-masing 10,26 persen dan 9,31 persen. Data ini
mengindikasikan harapan warga miskin lebih diutamakan pada program jangka
pendek dan instan. Hanya sebagian kecil yang mengutamakan pada masalah
peningkatan sumber daya manusia, padahal jika dilihat faktor penyebab
kemiskinanya keterbatasan pengetahuan menduduki posisi kedua setelah masalah
keterbatasan modal.
Untuk itulah ditawarkan strategi
penanggulangan kemiskinan dengan paradigma baru yaitu paradigma kesejahteraan.
Paradigma ini tidak hanya memprioritaskan pada aspek ekonomi semata, namun yang
lebih penting adalah menumbuhkan dan mengembangkan wawasan, pengetahuan,
ketrampilan, sikap serta perilaku keluarga sasaran agar dapat mengakses sumber
daya, modal, pasar, tekonologi serta informasi yang pada gilirannya dapat
mewujudkan kesejahteraan secara mandiri. Strategi penanggulangan kemiskinan
dengan paradigma baru, dengan menggunakan pendekatan kesejahteraan, akan
langsung menyentuh basis ekonomi rumah tangga miskin, disamping juga
memperhatikan aspek sosial dan budaya rumah tangga miskin. Ada delapan kunci
penanggulangan kemiskinan dalam menerapkan pendekatan kesejahteraan.
Secara umum agenda aksi penanggulangan
kemiskinan bertujuan untuk meningkatkan upaya penanggulangan kemiskinan dan
mempercepat upaya penanggulangannya, terutama untuk penduduk miskin yang berada
di desa yang paling parah kemiskinannya. Sementara tujuan khusus agenda aksi
penanggulangan kemiskinan adalah untuk menciptakan kesempatan kerja produktif
di semua sektor kegiatan ekonomi; Peningkatan pendapatan ekonomi dan
kesejahteraan sosial rumah tangga miskin; dan mengkoordinasikan berbagai
program pembangunan penanggulangan kemiskinan. Dengan demikian, sasaran penyaluran
diharapkan berbagai bantuan kepada masyarakat dapat disalurkan secara tepat,
yaitu tepat sasaran penerima (intended beneficiary) dan sasaran
lokasinya sesuai dokumen perencanaan yang benar.
Pemberdayaan rumah tangga miskin
merupakan upaya yang dapat meningkatkan posisi tawar (bargaining position)
mereka, terutama keterjaminan peluang berusahatani dan pada akhirnya
meningkatkan pendapatan rumah tangga mereka. Karena itu perlu diciptakan iklim
(suasana) kondusif, untuk membangkitkan kesadaran berkembangnya potensi yang
dimiliki dengan mendorong, memotivasi, menciptakan aksesbilitas berbagai
peluang, mengurangi atau bahkan menghilangkan intervensi dan dominasi
pemerintah terhadap perbaikan sistem dan mekanisme pemasaran komoditas. Ekonomi
Kerakyatan merupakan suatu gagasan baru tentang perekonomian yang mencoba
merumuskan dasar interpretasi serta cita-cita pembangunan masyarakat adil dan
makmur. Pertimbangan ekonomi kerakyatan dan efisiensi menjadi dasar penyesuaian
dalam upaya pemberdayaan petani demi peningkatan pendapatan dan kesejahteraan
rumah tangga di pedesaan.
Penciptaan iklim kondusif meliputi
pemperbaikan sistem dan mekanisme pemasaran komoditas khususnya peningkatan
harga jual; secara sosial diperlukan perubahan persepsi terhadap pekerjaan pertanian
agar nilai kerjanya tidak lagi dipandang sebagai pekerjaan alternatif terakhir
karena kurang terhormat dan tidak mampu mengangkat status kehidupan dalam
masyarakat; pengadopsian paket teknologi dilakukan secara selektif agar tidak
memudarkan peran petani dan menghilangkan pengetahuan lokal (indigenous
knowledge) yang terkadang lebih potensial dalam menjaga kelestarian
lingkungan maupun kekayaan nilai-nilai lokal.
Dalam penciptaan iklim yang menunjang
pemberdayaan petani dan nelayan terkait dengan sumber mata pencaharian,
diperlukan beberapa upaya konkrit, seperti melibatkan kembali peran tokoh
informal dalam kegiatan penggalangan SDM petani secara sosial dan ekonomi;
melibatkan tokoh agama dalam membangun etos kerja dan strategi hidup produktif
dan hemat; memberikan pelatihan peningkatan kemampuan SDM agar dapat
mengarahkan petani dan nelayan pada unit ekonomi yang produktif; dan melakukan
pengkaderan bagi generasi muda, baik keterampilan maupun persepsi nilai kerja
agar tidak terjadi putusnya generasi pekerja pertanian dalam masyarakat di
pedesaan. Disamping itu secara evolutif, pengeluaran anggota rumah tangga
petani berusaha lebih diefisienkan dan diarahkan dari hal-hal yang bersifat
seremonial yang umumnya boros dengan mengarahkannya kepada aktivitas yang hemat
waktu dan biaya. Jadi, sifat kedinamisan pemberdayaan tersebut selalu
diperhatikan sebagai faktor utama dalam penyesuaian sebagai langkah menuju
pencapaian keseimbangan terhadap berbagai perubahan yang akan terjadi.
Pertama, program penanggulangan
kemiskinan haruslah program yang dilandaskan pada kegiatan peningkatan
kemampuan untuk menghasilkan income bagi sasaran (target
beneficiaries) dan asas income generating capacity berasal dari
kegiatan tersebut. Untuk menghasilkan income generating capacity paling
tidak harus ada perbaikan akses pelaku terhadap empat hal yaitu akses terhadap
sumber daya, akses terhadap modal, akses terhadap pasar, dan akses terhadap
teknologi. Sasaran paling utama diberikan kepada perbaikan pelakunya (invest
in people). Kedua, diterapkannya secara utuh prinsip pembinaan dengan
pendekatan kelompok, kemitraan, keluarga, serta berprinsip pada keserasian dan
keswadayaan, belajar sambil bekerja serta kepemimpinan dari kelompok sasaran
sendiri. Dalam pembinaan ini peran pendidikan dan pengembangan sosial dengan
prinsip learning by doing, tidak dapat ditinggalkan. Ketiga,
dirancangkannya pola pelatihan bagi petugas pembina yang mampu meningkatkan
antusiasisme, dedikasi dan kemampuan para petugas pembina dalam menggali dan mengembangkan
aspirasi keluarga miskin, terutama dengan pendekatan participatory rural
apraisal.
Keempat, diterapkannya pola kredit yang
mendidik dan disiplin bagi petani kecil sehingga pada akhirnya mempunyai
kredibilitas untuk berhubungan dengan Bank secara normal. Kelima, diterapkannya
cara kerja yang terbuka di antara petugas pembina, sehingga memacu kreativitas
dan produktivitas kerja (melaksanakan hubungan yang bersifat dialogis dan
kolegial). Keenam, dilaksanakannya latihan kepemimpinan perencanaan partisipatif
sehingga tumbuh kesatuan kepemimpinan dan perencanaan dalam penanggulangan
kemiskinan. Ketujuh, digunakannya berbagai kredit untuk berbagai macam usaha
yang memiliki peluang pasar terbesar. Kedelapan, digunakan prinsip pendekatan
kelompok, keluarga, keserasian, kepemimpinan dari kelompok, kemitraan, swadaya,
dan belajar sambil bekerja.
Upaya mencapai keadaan yang diinginkan
ini harus memenuhi kriteria berikut:
1. Secara teknis dapat
dilaksanakan, artinya teknologi, alat dan keterampilan yang ada dapat dan
memadai untuk menjalankan strategi tersebut.
2. Secara ekonomi
menguntungkan, artinya penerapan strategi ini secara finansial memberikan net
benefit pihak-pihak yang terlibat di dalamnya.
3. Secara sosiologis dapat
dipertanggungjawabkan, artinya penerapan strategi ini tidak membuat komunitas
masyarakat menjadi terganggu keseimbangan harmoninya.
4. Secara ekologis berkelanjutan, artinya
penerapan strategi ini ramah lingkungan dan tidak menyebabkan terjadinya
kerusakan pada sistem keseimbangan lingkungan alami.
Langkah awal dalam pendekatan ini adalah
identifikasi potensi masyarakat dan wilayah yang akan dikembangkan, kemudian
melakukan pembinaan jiwa dan wawasan wirausaha, ditunjang dengan pemanfaatan
teknologi tepat guna untuk meningkatkan efisiensi proses produksi, diikuti
dengan pengembangan lembaga ekonomi dan pengadaan pasar. Kesemuanya itu akan
membentuk para wirausahawan yang mandiri yang pada gilirannya akan membentuk
masyarakat yang sejahtera dalam arti ekonomi, psikis, dan sosial.
Upaya penanggulangan kemiskinan dapat
dilakukan antara lain dengan memutus mata rantai kemiskinan itu sendiri dengan
cara membuka akses yang luas terhadap sumber-sumber pembiayaan bagi Usaha Kecil
dan Mikro (UKM) yang pada dasarnya merupakan bagian dari rumah tangga miskin
yang mempunyai kemauan dan kemampuan produktif. Peranan Lembaga Keuangan Mikro
(LKM) dalam menunjang kegiatan UKM adalah sebagai alternatif pembiayaan masih
lebih kecil dibandingkan lembaga-lembaga keuangan formal.
Untuk lebih jelasnya mengenai proses
pelaksanaan kebijakan LKM, berikut ini diberikan beberapa hal yang perlu
diperhatikan.
a. Pelembagaan LKM
Untuk menimplementasikan konsep lembaga
keuangan mikro di pedesaan, maka terlebih dahulu dilakukan proses
institusionalisasi lembaga, dalam pengertian mendirikan suatu lembaga secara
resmi. Adapun langkah atau tahapan yang harus dilakukan meliputi musyawarah dan
sosialisasi, pembentukan pengurus, dan pengesahan lembaga.
b. Pengelolaan
1. Tujuan dan Sasaran
Secara umum program dana bergulir yang
dikelola melalui LKM bertujuan untuk meningkatkan aktivitas ekonomi pedesaan,
meningkatkan volume usaha, meningkatkan
penyerapan tenaga kerja, meningkatkan semangat kewirausahaan, meningkatkan
pendapatan anggota, dan membangkitkan etos kerja. Sedangkan sasaran dari LKM
meliputi individu dan kelompok yang akan memulai usaha ataupun bermaksud
mengembangkan usahanya.
2. Tenaga Administrasi
Tenaga administrasi yang bertugas untuk
mengelola LKM adalah masyarakat Buton Utara yang memiliki kapabilitas,
integritas, dan loyalitas yang tinggi untuk menjalankan proses kelancaran
organisasi LKM. Adapun pembiayaan (honor) dari tenaga administrasi dapat
bersumber dari pemerintah daerah yang ditentapkan dalam APBD.
3. Pendanaan
a. Sumber Pendanaan. Basis
sumber pendanaan penanggulangan kemiskinan yang bersifat langsung kepada
masyarakat pada dasarnya dapat dibedakan menjadi dua sumber, yakni: (i) dana
perbankan dan non bank untuk kegiatan peningkatan produktivitas rumah tangga
miskin dalam rangka peningkatan pendapatan; dan (ii) dana pemerintah untuk
kegiatan penyediaan kebutuhan dasar dan bantuan sosial sebagai upaya
pengurangan beban pengeluaran rumah tangga miskin.
b. Alokasi Pinjaman, meliputi
aspek persyaratan penerima, jenis pinjaman yang diberikan, dan besarnya
pinjaman.
c. Jenis pembiayaan
1.Jenis pembiayaan
berdasarkan sektor usaha yang dibiayai:
a. Pembiayaan Usaha Nelayan
b. Pembiayaan sektor
perdagangan
c. Pembiayaan sektor
perikanan dan pertanian
d. Pembiayaan sektor industri
rumah tangga
e. Pembiayaan sektor jasa
lainnya
2. Jenis pembiayaan
berdasarkan jangka waktu pemberiannya
a. Pembiayaan jangka pendek
untuk dibawah 3 bulan
b. Pembiayaan jangka menengah
untuk diatas 3 bulan sampai dengan 7 bulan
c. Pembiayaan jangka panjang
untuk diatas 7 bulan s/d 10 bulan
3. Jenis pembiayaan
berdasarkan cara pembayaran/angsuran:
a. Pembiayaan dengan angsuran
pokok dan margin secara periodik.
b. Pembiayaan dengan angsuran
pokok secara periodik dan margin pada akhir pembiaaan.
c. Pembiayaan dengan angsuran
pokok dan bagi hasil pada akhir pembiayaan.
d. Besarnya pembiayaan,
didasarkan pada analisa kelayakan usaha yang memuat tentang kemampuan membayar,
kemauan membayar dan jaminan atas resikopembiayaan
c. Monitoring dan Evaluasi (Monev).
Pengembangan sistem monitoring dan evaluasi mutlak diperlukan untuk menjamin
strategi penanggulangan kemiskinan yang diterapkan dapat berjalan dengan
efisien. Sistem monitoring perlu diorientasikan pada upaya untuk memastikan
bahwa pelaksanaan upaya penanggulangan kemiskinan berjalan sesuai dengan
rencana selama upaya tersebut berjalan, sedangkan sistem evaluasi diperlukan
untuk menyempurnakan upaya atau kegiatan-kegiatan yang sedang berjalan,
membantu perencanaan, penyusunan upaya atau kegiatan dan pengambilan keputusan
di masa depan. Monitoring dan evaluasi perlu ditentukan secara berkala atau
dalam waktu-waktu tertentu dapat dilakukan jika dipandang terdapat hal-hal yang
dianggap penting. Monev dapat dilakukan baik secara internal, eksternal, maupun
secara independen. Indikator kinerja dalam mengembangkan sistem monev
penanggulangan kemiskinan dapat dikelompokan atas empat, yaitu indikator
masukan, indikator proses, indikator keluaran, dan indikator dampak.
Strategi
Penanggulangan Pengangguran
Berdasarkan hasil pembahasan tentang
masalah kemiskinan, ditemukan bahwa masalah kemiskinan memiliki keterkaitan
dengan masalah pengangguran. Profil jenis pekerjaan dari rumah tangga miskin
sebagaimana yang telah diuraikan sebelumnya menunjukkan 2,15 persen rumah
tangga miskin berada pada kategori menganggur. Persentase rumah tangga yang
tidak sedang bekerja tersebut tampil mengambil posisi penyebab terjadinya
kemiskinan di Kabupaten Buton Utara sebesar 5,25 persen. Jika dibandingkan
dengan masalah kemiskinan, maka masalah pengangguran di Kabupaten Buton Utara
dapat dikatakan belum menjadi masalah yang kronis.
Hal ini didasarkan pada persoalan jumlah
angka pengangguran terbuka jauh lebih rendah daripada rata-rata tingkat
pengangguran terbuka (TPT) secara nasional yang mencapai 6,80 persen (BPS,
2011b). Selain itu, potensi lapangan pekerjaan di Kabupaten Buton Utara cukup
variatif. Dengan demikian, jika masyarakat memiliki kreativitas dan etos kerja
yang tinggi maka tidaklah mungkin terjadi pengangguran terbuka, dalam pengertian
tidak bekerja sama sekali. Meskipun persentase angka pengangguran di Kabupaten
Buton Utara tidak begitu besar, namun tetap saja dipandang penting untuk diberi
perhatian baik secara akademis maupun secara praktis dengan harapan dapat
mengeluarkan mereka dari kondisi tuna karya yang tengah dialaminya.
Keterkaitan antara ketenagakerjaan dan
kemiskinan dalam hal ini akan didekati dengan melihat hubungan antara
kemiskinan dan pengangguran dan antara kemiskinan dan setengah pengangguran.
Pemilihan indikator pengangguran dan setengah pengangguran didasari pada
kenyataan bahwa kedua indikator tersebut terkait langsung dengan tingkat
pendapatan. Secara teoretis, tingkat kemiskinan akan bergerak mengikuti tingkat
pengangguran. Dalam hal ini ketika tingkat pengangguran mengalami kenaikan maka
secara otomatis tingkat kemiskinan akan meningkat. Hal ini sejalan dengan
pernyataan Todaro (2003) yang menyebutkan bahwa mereka yang berada dalam
keadaan miskin adalah mereka yang tidak bekerja secara teratur atau terus
menerus, atau yang bekerja paruh waktu saja. Merujuk pada pernyataan Todaro di
atas, tampaknya setengah pengangguran yang diukur berdasarkan jam kerja (35 jam
per minggu) memiliki hubungan yang posistif dengan kemiskinan. Ketersediaan
lapangan kerja yang relatif terbatas, tidak mampu menyerap para pencari kerja
yang senantiasa bertambah setiap tahun seiring dengan bertambahnya jumlah
penduduk. Tingginya angka pengangguran tidak hanya menimbulkan masalah-masalah
di bidang ekonomi, melainkan juga berbagai masalah di bidang sosial, seperti
kemiskinan dan kerawanan sosial. Karena itu, persoalan pengangguran menjadi
salah satu isu penting dalam ketenagakerjaan. Dari sisi ekonomi, pengangguran
merupakan produk dari ketidakmampuan pasar kerja dalam menyerap angkatan kerja yang
tersedia. Sementara dari sisi sosiologis, pengangguran merupakan kondisi
ketidakberdayaan sesorang atau sekelompok orang yang tidak mampu
mengaktualisasikan dirinya dalam peran sosial ekonomi produktif.
Karena itu perlu dilakukan Gerakan
Penanggulangan Pengangguran Daerah (GPPD) dengan mengerahkan semua unsur-unsur
dan potensi di tingkat daerah untuk menyusun kebijakan dan strategi serta
melaksanakan program penanggulangan pengangguran. Salah satu tolok ukur
kebijakan yang rencanakan haruslah keberhasilan dalam perluasan kesempatan
kerja atau penurunan pengangguran dan setengah pengangguran. Secara teknis
keberhasilan rencana aksi penanggulangan kemiskinan melalui rencana aksi
penguatan kelembagaan keuangan mikro, maka secara langsung maupun tidak langsung
akan memengaruhi semangat padat karya bagi warga yang tergolong menganggur. Hal
ini didasarkan pada asumsi bahwa modal usaha produktif akan membuka ruang kerja
baru bagi mereka yang akan memulai usaha, maupun meningkatkan produktivitas
usaha bagi mereka yang telah memiliki usaha.
Untuk maksud tersebut, maka pemerintah
daerah akan melaksanakan upaya-upaya strategis untuk menanggulangi
pengangguran. Pertama, pengembangan informasi pasar kerja (labor market
information). Langkah ini dimaksudkan untuk mendukung perencanaan tenaga
kerja yang tepat. Berhasil atau tidaknya suatu program yang dilaksanakan sangat
tergantung dari ketersediaan informasi yang cepat dan valid. Untuk mengetahui
implementasi keberhasilan program penanggulangan pengangguran perlu disusun
sistem informasi untuk memonitor keadaan pasar kerja yang tersedia.
Kedua, pelatihan kerja (training).
Pelatihan bertujuan untuk menyediakan tenaga kerja yang lebih terampil,
berpendidikan, dan fleksibel sesuai dengan kebutuhan pasar kerja serta meningkatkan
produktivitas tenaga kerja agar hasil kerja atau produksi dapat bersaing
dipasaran. Pelatihan juga dimaksudkan untuk meningkatkan pendapatan dan
kualitas iklim kerja yang lebih baik (quality of working life) dari
tenaga kerja yang bersangkutan. Pelatihan lebih diarahkan kepada kebutuhan
pasar dan dilaksanakan secara terpadu.
Ketiga, pengembangan usaha informal
keluarga. Upaya ini dapat dilakukan dengan mendorong para pencari kerja
terdidik untuk melanjutkan usaha informal dilingkungan keluarganya. Dengan
memberi bekal tambahan latihan ketrampilan berwirausaha, mereka akan dapat
mengembangkan, memodernisasi, dan menjalankan usaha informal keluarganya dengan
baik. Pengembangan usaha informal keluarga diarahkan untuk dapat memanfaatkan
potensi daerah setempat dan diarahkan untuk mampu menyerap jumlah tenaga kerja
yang lebih banyak. Strategi pengembangan usaha informal merupakan upaya untuk
mengurangi pengangguran terdidik melalui pembentukan kelompok-kelompok usaha
kecil dengan fasilitasi dari pemerintah. Kelompok-kelompok usaha ini perlu
dibimbing dan difasilitasi baik dari segi ketrampilan berwirausaha, pendanaan,
manajemen usaha, sampai dengan pemasaran dari produk atau jasa yang dihasilkan.
Selanjutnya kelompok usaha mandiri yang sudah dapat berdiri sendiri dan mapan,
dapat secara bergantian dan berantai memfasilitasi kelompok usaha baru lainnya,
maka upaya ini akan dapat menyerap banyak tenaga kerja baru.
KESIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian sebagaimana
yang diuraikan pada bab sebelumnya ditemukan beberapa hal penting berkenaan
dengan strategi penanggulangan kemiskinan dan pengangguran. Permasalahan yang
dihadapi dalam upaya penanggulangan kemiskinan umumnya menyangkut lima hal,
yaitu aspek kelembagaan, aspek kebijakan dan penganggaran program, aspek SDM,
aspek di bidang data dan informasi, serta aspek monitoring dan evaluasi.
Daftar referensi :
1.
sirajuddin. “Strategi Penanggulangan
Kemiskinan dan Pengangguran di Kabupaten Buton Utara”. Edisi III Januari 2012.
2. http://lanimaidiacute.blogspot.com/2012/05/hubungan-inflasi-dan-pengangguran.html
Tidak ada komentar :
Posting Komentar