Kelas : 3ea18
Npm : 19210435
1. Tema
Tema penelitian:
impulse buying
2. Judul
Studi tentang
impulse buying pada hypermarket di kota semarang
3. Latar belakang
Globalisasi perekonomian merupakan suatu proses kegiatan
ekonomi dan perdagangan, dimana negara-negara di seluruh dunia menjadi satu
kekuatan pasar yang semakin terintegrasi dengan tanpa rintangan batas
teritorial negara. Ketika globalisasi ekonomi terjadi, batas-batas suatu negara
akan menjadi kabur dan keterkaitan antara ekonomi nasional dengan perekonomian
internasional akan semakin erat. Globalisasi perekonomian di satu pihak akan
membuka peluang pasar produk dari dalam negeri ke pasar internasional secara
kompetitif, sebaliknya juga membuka peluang masuknya produk-produk global ke
dalam pasar domestik (Wikipedia.com).
Seperti halnya bisnis ritel di Indonesia, pengaruh dari
globalisasi menyebabkan banyak pengusaha ritel dari luar negeri dengan
kemampuan capital yang luar biasa melakukan aktivitasnya di Indonesia. Menurut
Utami(2006) ada beberapa faktor yang mendorong globalisasi yang dilakukan para peritel
internasional tersebut antara lain karena pasar domestik yang semakin dewasa/jenuh,
sistem dan keahlian, dan hilangnya batas perdagangan. Dengan semakin terbukanya
peluang bisnis bagi pengusaha asing untuk berekspansi mengembangkan bisnis
ritelnya di Indonesia, perkembangan usaha manufaktur, dan upaya yang dilakukan
oleh pemerintah untuk mendorong perkembangan bisnis ritel akan mengakibatkan
tumbuhnya ritel modern yang begitu pesat.
Pertumbuhan gerai modern yang begitu pesat ini memunculkan
suatu fenomena baru bagi para pemasok produk. Yaitu bahwa ritel kini telah
berubah fungsinya bukan hanya sekedar tempat menyalurkan produk ke konsumen,
kini juga menjadi industri tersendiri. Menurut Simatupang (2007) munculnya outlet-outlet
baru merangsang pembeli untuk datang, dan memberikan lebih banyak pilihan bagi
mereka. Sehingga ritel kini dianggap menjadi tempat yang strategis, untuk
memasarkan barangnya secara tepat waktu, lokasi dan konsumen. Sehingga bagi
produsen pasar inilah yang kemudian harus mereka garap karena kemampuan ritel
modern mendatangkan konsumen sangat besar.
Meningkatnya jumlah outlet modern dan juga perubahan sosial
budaya masyarakat menunjukkan semakin besarnya peluang bisnis ritel di
Indonesia sekaligus juga menunjukkan semakin ketatnya persaingan di Industri
ini. Pesaing utama ritel modern adalah toko ritel tradisional yang merupakan
pesaing dari format yang berbeda namun menjual barang yang sama atau biasa
disebut persaingan intertype. Pada masa resesi toko tradisional
merupakan ancaman yang paling terasa oleh toko ritel modern. Seperti yang di
ungkapkan oleh Susilo (2009) “pada 2008 sebagian konsumen beralih dari toko
modern ke toko tradisional. Peralihan itu dianggap sebagai solusi uang ketat di
dalam keluarga. Akibatnya, penjualan barang konsumen melalui toko tradisional
meningkat sangat tinggi, 19,6%.” Berdasarkan data Homepanel Nielsen di lima
kota besar di Indonesia, angka penetrasi ke toko tradisional, jumlash
kunjungan, besaran belanja perkunjungan, dan rata-rata total belanja per rumah
tangga, semuanya meningkat. Namun ada yang perlu di khawatirkan oleh Hypermarket
karena berdasarkan gambar diatas menunjukkan konsumen berhati-hati dalam
membelanjakan uangnya di Hypermarket.
Ini merupakan ancaman bagi bisnis berkonsep hypermarket
karena pada masa resesi, konsumen mengurangi belanjanya di toko yang berformat
besar ini. Apalagi persaingan ini tidak hanya pada perusahaan dengan format
yang sama dan kompetisi dan kompetisi antara tipe ritel yang sama (intratype),
namun persaingan yang dihadapi oleh hypermarket juga dengan tipe ritel yang
berbeda (intertype). Persaingan merupakan hal yang pasti mesti dihadapi
oleh perusahaan terlebih ritel berformat hypermarket karena jumlahnya yang
makin banyak. Menurut Lemon, Rust dan Zeithalm (dalam Pratikno, 2003)
Perusahaan dimanapun akan dihadapkan pada ancaman-ancaman produk-produk
komoditas yang mana perusahaan lain akan dengan mudah memasuki pasar dengan menyediakan
produk atau jasa kepada konsumen secara lebih baik, lebih cepat, atau lebih
murah, hal ini akan mengakibatkan perusahaan tersebut sulit untuk memenangkan
konsumen. Karena persaingan bisnis yang ada sekarang ini menjadi sangat sengit
“orang bisa bilang bahwa bisnis adalah Darwinian: survival of the fittest.
Siapa tak sanggup silahkan minggir!” Sudarmadi (2009). Menanggapi hal tersebut,
maka para pemasar harus melakukan strategi-strategi yang berkaitan dengan
upayanya untuk dapat tetap bertahan hidup. Strategi yang paling penting yang
harus dilakukan oleh pemasar khususnya di toko ritel modern adalah dengan
memiliki pengetahuan tentang perilaku belanjakonsumen/pelanggan yang menjadi
pasar sasaran di toko ritel modern (swalayan/self-service). Karena
pengetahuan tentang perilaku konsumen merupakan kunci dalam memenangkan
persaingan di pasar.
4. Perumusan Masalah
Persaingan yang ketat yang terjadi di toko ritel modern
akibat dari semakin tumbuhnya ritel modern menyebabkan perusahaan perlu
menggunakan strategi yang tepat untuk memenangkan persaingan agar dapat tetap
bertahan hidup. terutama di masa resesi dimana konsumen sebagian besar beralih
ke toko tradisional sebagai solusi uang ketat, yang imbasnya paling dirasakan
oleh Hypermarket.
Hypermarket yang merupakan format ritel paling besar
tentunya perlu melakukan strategi yang baik untuk mempertahankan bisnisnya
terutama pada masa resesi. Strategi yang tepat bagi toko ritel modern adalah
melalui pemahaman pada pemasaran yang berorientasi pada pasar yang mensyaratkan
pemahaman yang baik mengenai perilaku konsumen. Impulse buying merupakan
keunggulan yang dimiliki oleh Hypermarket yang perlu di pertahankan
terutama dimasa resesi yang menyebabkan berkurangnya jumlah produk yang
dibelanjakan oleh konsumen. Pembeli akan berupaya menghemat pembelian mereka
dan mengurangi pembelian impuls dimasa resesi. Maka peritel mesti terus
mengupayakan untuk meningkatkan stimulan didalam toko untuk semakin
meningkatkan pembelian impuls. Sehingga perusahaan tetap survive dan
unggul dalam persaingan. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan dalam
mengungkapkan hubungan internal dan eksternal dalam diri seseorang yang mampu
mendorong terjadinya pembelian impuls. Terdapat perbedaan hasil yang diperoleh
oleh beberapa peneliti. Beberapa peneliti menemukan korelasi positif antara factor
internal (emosi positif dan hedonic shopping value) dan faktor eksternal
(respon lingkungan belanja dan interaksi antara pelanggan dan pelayan toko)
dengan pembelian impuls, sedangkan penelitian lainnya menunjukkan hasil yang
negatif. Masalah yang menjadi dasar penelitian ini adalah adanya solusi uang
ketat dalam berbelanja di Hypermarket sebagai imbas dari masa resesi
yang kemudian n menyebabkan konsumen mengurangi pembelian impuls. Dan adanya
perbedaadari hasil penelitian yang dilakukan untuk menilai faktor-faktor apa
yang mempengaruhi konsumen dalam melakukan impulse buying. Berdasarkan
uraian dan latar belakang masalah dalam penelitian ini, maka dapat ditarik
rumusan masalah sebagai berikut:
1. Apakah Emosi Positif mempunyai pengaruh terhadap
keputusan Impulse Buying?
2. Apakah Respon Lingkungan Belanja mempunyai pengaruh
terhadap Impulse Buying?
3. Apakah Interaksi Antara Pelanggan Dan Pelayan Toko
mempunyai pengaruh terhadap Impulse Buying?
4. Apakah Hedonic Shopping Value mempunyai pengaruh
terhadap Impulse Buying?
5. Variabel mana yang paling berpengaruh terhadap impulse
buying di toko ritel modern?
5. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian menurut Suharsimi Arikunto (2006) adalah rumusan
kalimat yang menunjukan adanya sesuatu hal yang diperoleh setelah penelitian selesai.
Adapun tujuan dalam penelitian ini adalah:
1. Untuk menganalisis faktor-faktor apa saja yang
mempengaruhi konsumen melakukan impulse buying di dalam toko ritel
modern, dalam hal ini faktor-faktor yang akan diteliti adalah faktor emosi
positif, respon lingkungan belanja, interaksi antara pelanggan dan pelayan
toko, dan hedonic shopping value.
2. Untuk mengetahui variabel apa yang paling berpengaruh
terhadap impulse buying di toko ritel modern.
6. Manfaat Penelitian
Bagi Peneliti :
Penelitian ini dapat menambah pengetahuan tentang factor-faktor
yang secara potensial dapat menyebabkan konsumen melakukan impulse buying.
Bagi Pemasar :
Sebagai penelitian empiris, penelitian ini diharapkan dapat menghasilkan
temuan yang bermanfaat bagi para pemasar produk yang rentan terhadap impulse
buying. Temuan dari penelitian ini dapat dijadikan masukan dan bahan
pertimbangan bagi pemasar dalam menyusun strategi pemasaran yang tepat.
Bagi Akademisi :
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat berupa
kerangka teoritis tentang perilaku impulse buying yang dilakukan
konsumen serta faktor-faktor penyebabnya dan nantinya dapat digunakan sebagai
bahan pertimbangan dalam melakukan penelitian selanjutnya.
7. Hipotesis
Emosi positif yang dirasakan konsumen akan mendorong
konsumen untuk mengakuisisi suatu produk dengan segera tanpa adanya perencanaan
yang mendahuluinya dan sebaliknya emosi yang negatif dapat mendorong konsumen
untuk tidak melakukan pembelian impuls (Premananto, 2007).
H1 = Emosi positif berpengaruh positif terhadap impulse
buying
Yang maknanya berarti semakin tinggi emosi positif seseorang
maka akan semakin cepat keputusan impulse buying.
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Semuel
(2005) disimpulkan bahwa variabel respon lingkungan belanja berpengaruh terhadap
pembelian tidak terencana.
H2 = Respon lingkungan belanja berpengaruh positif terhadap impulse
buying
Maknanya berarti semakin cepat respon lingkungan belanja
maka akan semakin cepat keputusanimpulse buying.
Daya tarik emosional akan produk yang diinginkan sepanjang interaksi
dengan pelayan toko dapat menstimuli pembeli-pembeli untuk menerima gagasan
pembelian tiba-tiba dan pembelian yang tidak di duga-duga selama berbelanja.
H3 = Interaksi antara pelanggan dan pelayan toko berpengaruh
positif terhadap impulse buying.
Maknanya berarti semakin tinggi kuantitasinteraksi pelanggan
dengan pelayan toko maka semakin cepat keputusan impulse
buying.
H4 =Hedonic shopping value berpengaruh positif
terhadap impulse buying
Maknanya berarti semakin tinggi hedonic shopping value maka
akan semakin cepat keputusan impulse buying.
8.
Analisis
data
Uji Reliabilitas
Reliabilitas adalah alat untuk mengukur suatu kuesioner yang
merupakan indikator dari suatu variabel. Suatu kuesioner dikatakan reliable
atau handal jika jawaban pertanyaan adalah konsisten atau stabil dari waktu ke
waktu (Ghozali, 2005). Pengukuran reliabilitas dalam penelitian ini dilakukan
dengan cara one shot atau pengukuran sekali saja. Disini pengukuran
hanya sekali dan kemudian hasilnya dibandingkan dengan pertanyaan lain. Reliabilitas
diukur dengan menggunakan koefisien alpha cronbach. Suatu instrument dapat
dikatakan handal apabila memiliki koefisien keandalan (a ) ≥ 0,6000
(Nunnally,1967 dalam Ghozali,2001).
Uji Validitas
Uji validitas digunakan untuk mengukur sah atau valid
tidaknya suatu kuesioner. Suatu kuesioner dikatakan valid jika pertanyaan dan kuesioner
mampu untuk mengungkap sesuatu yang akan diukur oleh kuesioner tersebut
(Ghozali, 2005). Dalam penelitian ini menggunakan content validity yang dapat
menggambarkan kesesuaian sebuah pengukuran data dengan apa yang diukur (Ferdinand,
2006). Jika suatu indikator mempunyai korelasi antara skor masing-masing indikator
terhadap skor totalnya (skor variable konstruk) maka dikatakan indikator
tersebut valid.
Uji validitas digunakan untuk mengukur sah atau valid
tidaknya suatu kuesioner. Uji ini dapat mengungkapkan sejauh mana ketepatan
alat pengukur mengungkapkan konsep kejadian yang diukur. Dengan menggunakan
analisis df (degree of freedom) yaitu dengan rumus df = n-k dengan
n adalah jumlah responden dan k adalah jumlah variabel independen yang
digunakan. Maka df = n-k, df = 100-4 = 96, maka rtable= 0,199. Hasil
pengujian dengan SPSS menunjukkan bahwa semua indikator yang digunakan dalam
penelitian ini untuk variabel emosi positif mempunyai koefisien korelasi yang
lebih besar dari rtable = 0,199, yang berarti semua indikator yang digunakan
pada variabel emosi positif adalah valid.
9. Kesimpulan
Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan yang telah
dilakukan dalam penelitian ini, maka penulis dapat menarik kesimpulan :
1. Persamaan regresi linier berganda pada penelitian ini
adalah sebagai berikut: Y = 0,320 X1 + 0,210 X2 + 0,248 X3 + 0,248 X4
2. Variabel emosi positif(X1) berpengaruh positif dan
signifikan terhadap impulse buying,hal ini ditunjukkan dengan nilai
signifikansi sebesar 0,000. Maka Hipotesis pertama (H1) yaitu, semakin tinggi
emosi positif seseorang maka akan semakin cepat keputusanimpulse buying,
dapat diterima.Variabel bebas yang kedua yaitu respon lingkungan belanja (X2) berpengaruh
positif dan signifikan terhadap impulse buying, hal ini ditunjukkan
dengan nilai signifikansi sebesar 0,011 yang masih dibawah 0,05. Maka Hipotesis
kedua (H2) yaitu, semakin cepat respon lingkungan belanja maka akan semakin
cepat keputusanimpulse buying, dapat diterima. Variabel bebas yang
ketiga yaitu interaksi antara pelanggan dan pelayan toko (X3) berpengaruh
positif dan signifikan terhadap impulse buying, hal ini ditunjukkan
dengan nilai signifikansi sebesar 0,003 yang masih jauh dibawah 0,05. Maka
Hipotesis ketiga (H3) yaitu, semakin banyak interaksi pelanggan dengan pelayan
toko maka semakin cepat keputusan impulse buying, dapat
diterima.Variabel bebas yang keempat yaitu hedonic shopping value (X4)
berpengaruh positif dan signifikan terhadap impulse buying, hal ini
ditunjukkan dengan nilai signifikansi sebesar 0,003 yang masih jauh dibawah
0,05. Maka Hipotesis ketiga (H4) yaitu, semakin tinggi hedonic shopping
value maka akan semakin cepat keputusan impulse buying, dapat
diterima.
3. Emosi positif, respon lingkungan belanja, interaksi
antara pelanggan dan pelayan toko, dan hedonic shopping value mempunyai
pengaruh yang signifikan secara bersama-sama terhadap impulse buying.
Hal ini ditunjukkan dari nilai Fhitung sebesar 25,350 dengan Ftable sebesar
2,70 dan tingkat signifikansi yang kurang dari 0.05, maka dapat dikatakan bahwa
model regresi tersebut dapat digunakan untuk memprediksi impulse buying (Y).
4. Variabel yang paling berpengaruh besar terhadap impulse
buying adalah emosi positif dengan nilai t hitung sebesar 3,971dan nilai standardize
coefficient beta0,320, kemudian diikuti oleh variabel hedonic shopping value
dengan nilai t hitung sebesar 3,086dan nilai standardize coefficient beta
0,248, dilanjutkan dengan variabel interaksi antara pelanggan dan pelayan
toko dengan nilai t hitung sebesar 3,030dan nilai standardize coefficient
beta 0,248 dan yang terakhir adalah variabel respon lingkungan belanja
dengan nilai t hitung sebesar 2,604dan nilai standardize coefficient beta 0,210.
5. Nilai koefisien determinasi adalah 0,496 atau 49,6%. Hal
ini berarti bahwa keempat variabel independen (emosi positif, respon lingkungan
belanja, interaksi antara pelanggan dan pelayan toko, dan hedonic shopping
value) dalam penelitian ini hanya mampu menjelaskan 49,6% variasi yang terjadi
dalam variabel dependen nya (impulse buying). Sementara variasi lainnya yaitu
100% - 49,6% = 50,4% dijelaskan oleh variabel lain yang tidak dijelaskan dalam
model penelitian ini.
SUMBER :
Skripsi “studi entang impulse buying pada hypermarket di
kota semarang”. Rahma Fitriani. Fakultas Ekonomi Universitas Diponogoro. Semarang:
2010.