Nama : Tertiera Nurariefani Azizah
Kelas : 3EA18
NPM :
19210435
Penalaran Deduktif
Deduksi
adalah usaha untuk menyingkapkan konsekuensi – konsekuensi eksperensial dan
hipotesis eksplanatoris. Tugasnya adalah mengeksplikasi hipotesis dengan cara
menarik konsekuensi eksperensial dari suatu hipotesis.
Pengujian
atas hipotesis dapat dimulai dengan memeriksa implikasi eksperiensial (virtual
prediction) dari hipotesis. Setelah seorang ilmuan memilih hipotesis, langkah
berikut adalah menyimpulkan prediksi – prediksi eksperiensial dari hipotesis
itu, mencatat dan menyeleksi prediksi serta pada akhirnya mengamati apakah
prediksi itu terjadi atau tidak. Proses menarik prediksi – prediksi dari suatu
hipotesis kita sebut proses deduksi.
Sebagai
ilustrasi, mari kita memilih hipotesis berikut ini: “si Tommy percaya pada
infalibilitas Paus”. Jika hipotesis ini benar, orang yang sama akan sangat
percaya pada semua ajaran yang diterima umum oleh orang – orang Katolik. Ia
juga akan terlibat dalam praktek – praktek devosi Katolik. Lebih dari itu,
keluarganya memiliki keyakinan yang sama. Semuanya ini merupakan proposisi –
proposisi yang diturunkan secara deduktif dari hipotesis diatas dan merupakan
prediksi – prediksi yang harus diuji kebenarannya sehingga pada gilirannya
hipotesis diatas dapat terbukti benar.
Pertanyaannya
adalah, bagaimana kita menarik konsekuensi eksperensial dari suatu hipotesis?
Setiap hipotesis eksplanatoris selalu mengandung prediksi generalitas. Artinya
predikat hipotesis, mengklasifikasikan suatu peristiwa dalam suatu kelas yang
lebih umum. Oleh karena itu, dalam proses memikirkan prediksi dalam hipotesis,
seorang ilmuwan dapat berkonsentrasi hanya pada makna generalitas predikat dari
hipotesis. Ia dapat menganalisa kelas dan merumuskan cirri – cirri dari suatu
kelas. Ini merupakan suatu proses yang membuat hipotesis menjadi makinlama
makin jelas dan mudah dipahami. Ini merupakan deduksi yang real dimana
hipotesis itu sendiri berfungsi sebagai premis minor.
Sebuah
contoh, jika kita mengatakan bahwa semua anggota kelas B memiliki cirri X, Y,
Z. dan peristiwa A merupakan anggota kelas B. maka peristiwa A seharusnya
memiliki ciri X, Y, Z. Dalam bentuk silogisme, kita dapat merumuskannya sebagai
berikut:
Semua anggota kelas B memiliki ciri
X, Y, Z.
Peristiwa A merupakan anggota kelas
B.
Karena itu peristiwa A seharusnya
memiliki ciri X, Y, Z.
Kepastian
konklusi dalam silogisme ini sangat ditentukan oleh kepastian dalam premis
minor. Prmis minor disini merupakan hipotesis yang harus dibuktikan
kebenarannya. Konklusi yang dirumuskan dalam silogisme ini bisa diterima hanya
karena bersifat logis atau masuk akal karena itu harus dibuktikan.
Proses
deduktif dalam penelitian ilmiah harus berhenti dengan prediksi bentuk
jika-maka. Ini berarti hasil dalam pengujian tidak diketahui atau belum
diketahui. Seorang ilmuwan harus bertanya apakah peristiwa A memang memiliki
sifat – sifat X, Y, Z. Dalam ketidaktahuannya, ia harus menanti jawaban dari
alam, atau dari pengalamannya tentang alam. Jika hipotesis benar, prediksi
dapat terjadi. Tetapi, sebelum ada pemeriksaan yang serius mengenai hasi-hasil
eksperimen, ia harus tetap mempertanyakan kebenaran dari hasil hipotesisnya.
Hasil – hasil eksperimen tersebut dinamakan prediksi, bukan karena hasil
eksperimen itu terjadi di masa depan tetapi terlebih karena pengetahuan tentang
prediksi itu mendahului pembuktian mengenai kebenarannya. Jadi, fase deduktif
berakhir dengan perumusan prediksi yang ditarik secara logis dari hipotesis
eksplanatoris.
Sumber
pustaka :
1.
Dua, mikael dan Keraf, A. Sony. ILMU
PENGETAHUAN, Sebuah Tinjauan Filosofis. Yogyakarta: Kanisius.