Selasa, 02 April 2013

Penalaran Deduktif


Nama : Tertiera Nurariefani Azizah
Kelas   : 3EA18
NPM   : 19210435
Penalaran Deduktif
Deduksi adalah usaha untuk menyingkapkan konsekuensi – konsekuensi eksperensial dan hipotesis eksplanatoris. Tugasnya adalah mengeksplikasi hipotesis dengan cara menarik konsekuensi eksperensial dari suatu hipotesis.
Pengujian atas hipotesis dapat dimulai dengan memeriksa implikasi eksperiensial (virtual prediction) dari hipotesis. Setelah seorang ilmuan memilih hipotesis, langkah berikut adalah menyimpulkan prediksi – prediksi eksperiensial dari hipotesis itu, mencatat dan menyeleksi prediksi serta pada akhirnya mengamati apakah prediksi itu terjadi atau tidak. Proses menarik prediksi – prediksi dari suatu hipotesis kita sebut proses deduksi.
Sebagai ilustrasi, mari kita memilih hipotesis berikut ini: “si Tommy percaya pada infalibilitas Paus”. Jika hipotesis ini benar, orang yang sama akan sangat percaya pada semua ajaran yang diterima umum oleh orang – orang Katolik. Ia juga akan terlibat dalam praktek – praktek devosi Katolik. Lebih dari itu, keluarganya memiliki keyakinan yang sama. Semuanya ini merupakan proposisi – proposisi yang diturunkan secara deduktif dari hipotesis diatas dan merupakan prediksi – prediksi yang harus diuji kebenarannya sehingga pada gilirannya hipotesis diatas dapat terbukti benar.
Pertanyaannya adalah, bagaimana kita menarik konsekuensi eksperensial dari suatu hipotesis? Setiap hipotesis eksplanatoris selalu mengandung prediksi generalitas. Artinya predikat hipotesis, mengklasifikasikan suatu peristiwa dalam suatu kelas yang lebih umum. Oleh karena itu, dalam proses memikirkan prediksi dalam hipotesis, seorang ilmuwan dapat berkonsentrasi hanya pada makna generalitas predikat dari hipotesis. Ia dapat menganalisa kelas dan merumuskan cirri – cirri dari suatu kelas. Ini merupakan suatu proses yang membuat hipotesis menjadi makinlama makin jelas dan mudah dipahami. Ini merupakan deduksi yang real dimana hipotesis itu sendiri berfungsi sebagai premis minor.
Sebuah contoh, jika kita mengatakan bahwa semua anggota kelas B memiliki cirri X, Y, Z. dan peristiwa A merupakan anggota kelas B. maka peristiwa A seharusnya memiliki ciri X, Y, Z. Dalam bentuk silogisme, kita dapat merumuskannya sebagai berikut:
Semua anggota kelas B memiliki ciri X, Y, Z.
Peristiwa A merupakan anggota kelas B.
Karena itu peristiwa A seharusnya memiliki ciri X, Y, Z.
Kepastian konklusi dalam silogisme ini sangat ditentukan oleh kepastian dalam premis minor. Prmis minor disini merupakan hipotesis yang harus dibuktikan kebenarannya. Konklusi yang dirumuskan dalam silogisme ini bisa diterima hanya karena bersifat logis atau masuk akal karena itu harus dibuktikan.
Proses deduktif dalam penelitian ilmiah harus berhenti dengan prediksi bentuk jika-maka. Ini berarti hasil dalam pengujian tidak diketahui atau belum diketahui. Seorang ilmuwan harus bertanya apakah peristiwa A memang memiliki sifat – sifat X, Y, Z. Dalam ketidaktahuannya, ia harus menanti jawaban dari alam, atau dari pengalamannya tentang alam. Jika hipotesis benar, prediksi dapat terjadi. Tetapi, sebelum ada pemeriksaan yang serius mengenai hasi-hasil eksperimen, ia harus tetap mempertanyakan kebenaran dari hasil hipotesisnya. Hasil – hasil eksperimen tersebut dinamakan prediksi, bukan karena hasil eksperimen itu terjadi di masa depan tetapi terlebih karena pengetahuan tentang prediksi itu mendahului pembuktian mengenai kebenarannya. Jadi, fase deduktif berakhir dengan perumusan prediksi yang ditarik secara logis dari hipotesis eksplanatoris.
Sumber pustaka :
1. Dua, mikael dan Keraf, A. Sony. ILMU PENGETAHUAN, Sebuah Tinjauan Filosofis. Yogyakarta: Kanisius.